Mohon tunggu...
bahrul ulum
bahrul ulum Mohon Tunggu... Freelancer - Kompasianer Brebes Community (KBC) - Jawa Tengah

Apa yang ditulis akan abadi, apa yang akan dihafal akan terlepas, ilmu adalah buruan, pengikatnya adalah tulisan, ikatlah dengan kuat buruan mu itu. (KBC-01)

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Pentingnya Transportasi Sayuran, Ekonomi Warga Menggeliat

12 Maret 2020   04:47 Diperbarui: 12 Maret 2020   06:07 1297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Era digitalisasi dimana transaksi bisa dilakukan dengan E-Commerce atau E-Business, yakni pembelian barang lewat media website, pembeli tinggal lihat website yang ada, tampak terlihat dengan jelas gambar produk yang dijual, ada keterangan harga dan ada spesifikasi barang, saat klik barang tersebut dan tertarik dengan produk yang diinginkan, maka langsung mengetahui berapa uang yang harus dibayar beserta biaya ongkirnya, nanti produk akan dikirim lewat jasa transportasi, jika lokasinya terdekat akan dikirim via jasa expedisi atau bisa lewat gojek atau jenis jasa tramsportasi lainnya. 

Namun fakta ini tidaklah berlaku pada para pedagang di pasar induk, pasar desa, pasar kecamatan kab/kota di Indonesia, rutinitas jual beli barang ya harus datang ke lokasi pasar tersebut, pertemuan antara penjual dan pembeli harus lewat tawar menawar menjadi modal kuat bagi keduanya, satunya menjual produk, pembeli melihat produk yang dijual, sepakat dengan harga yang ditawarkan langsung masuk ke plastik atau tas barang bawaan, uang yang dibayarkan harus rupiah. Rutinitas seperti ini  setiap hari berlangsung di semua pasar induk atau pasar desa.

Aktivitas jual beli di pasar manapun, pasti membutuhkan transportasi dari hulu dan hilir biasanya dikenal dengan rantai distribusi pasar, hulunya adalah petani sayur, mereka menanam sayuran lalu menjual sayuran yang panen kepada tengkulak atau jual sendiri, jika lewat tengkulak maka petani sudah dapat uang langsung atas sayuran yang dibeli, jika mau dijual langsung maka petani merangkap menjadi pedagang, ia harus membawa produknya ke pasar dan membayar jasa transportasi bisa L300 atau truk sesuai dengan banyaknya sayuran yamg akan dibawa. 

Sebelum subuh atau sejak pukul 03.00 wib mereka harus sampai ke lokasi parkir pasar untuk mendapatkan lahan parkir yang cocok dan nanti ada jasa bongkar muat atau BM barang, pemandangan seperti ini tidak pernah sepi atau libur, karena produk yang dijual itu adalah kebutuhan utama masyarakat Indonesia. 

Wajar jika rantai distribusi ini terus berlangsung, kecuali penjual dan pembeli bangkrut dengan usahanya, atau karena ada penutupan pasar akibat kebakaran pasar sehingga terkendala dalam transaksi. 

Bagi pemilik transportasi ini adalah sumber kehidupan, karena rutinitas mengangkut barang dagangan sehingga tiap hari dapat uang dan uang ini bisa untuk mencukupi biaya hidup keluarganya, dan angsuran mobil. 

Roda ekonomi masyarakat bisa terangkat dengan menumbuhkan pasar desa atau pasar induk baik di Kecamatan dan Kabupaten, semakin berdaya pasarnya, maka swmakin meningkat pendapatan masyarakatnya. Pasar selain pusat belanja rakyat, pasar juga menjadi pusat ketersediaan sembako di masyarakat. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun