Mohon tunggu...
bahrul ulum
bahrul ulum Mohon Tunggu... Freelancer - Kompasianer Brebes Community (KBC) - Jawa Tengah

Apa yang ditulis akan abadi, apa yang akan dihafal akan terlepas, ilmu adalah buruan, pengikatnya adalah tulisan, ikatlah dengan kuat buruan mu itu. (KBC-01)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Khutbah Jumat dengan Bahasa Ibu

28 Februari 2020   13:36 Diperbarui: 28 Februari 2020   13:54 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bahasa Ibu atau dikenal bahasa pribumi, menjadi membumi ketika mereka berkomunikasi rutin baik verbal maupun non verbal, sekelas anak kecil pun yang tadinya lahir di aceh, lalu pindah ke kampung sunda, maka bisa berbahasa sunda, begitu sebaliknya, bahasa ibu menjadi bahasa adat dimana ia dilahirkan atau dibesarkan dan dia tinggal. 

Khairu Syukrilah misalnya, asli Singkil Aceh pun bisa bahasa Aceh, Bahasa Jawa, Bahasa Lokal Brebesan,wajar jika dalam berkomunikasi kadang-kadang campur-campur antara bahasa Aceh-Jawa-Brebes itulah yang menjadikan Indonesia itu kaya bahasa  

Khutbah jumat kali ini, penulis tertarik dengan ulasan khotib jumat, karena dalam penyampaiannya pakai bahasa Ibu, atay bahasa asli pekalongan, dengan logat Kabupaten Pekalongan sebagai ciri khasnya termasuk cengkokan intonasinya, bagi saya sedikit yang dipahami harus mentranslate dulu apa yang diucapkan, berbeda bagi khotib dengan bahasa Indonesia, maka akan mudah menerima isi dan makna yang disampaikan. 

Pernah juga penulis ikut jamaah jumatan di Desa Bentarsari Kecamatan Salem Brebes dengan khotib jumat pakai bahasa Ibu yakni bahasa Sunda, alhasil saya tidak paham sama sekali, akhirnya harus tanya kepada teman akrab yang mendampingi saya saat itu dan diberikan intisari materi khotib tersebut, bagi pendatang dan tidak paham bahasa Ibu jarena musyafir maka akan menemukan hal sepetti ini. 

Sama halnya, saat tinggal beberapa bulan di Jambi dan Padang, banyak Khotib pakai bahsa daerahnya, sebagai warga pendatang tentunya tidak bisa memahami maknanya, yang bisa dipahami ketika khotib membacakan ayat alquran baru penulis memahami maksudnya. 

Khutbah jumat dengan bahasa Ibu tetal sah, karena penduduk mukiminnya memenuhi syarat dan mereka paham dengan bahasa Ibu tersebut, sebagai musyafir hanya bisa mendengarkan saja, kadang juga tidur sambil duduk bersilah, maklum tidak paham dengan yang disampaikan, respek pikiran menjadi berubah, karena tidak tahu yang disampaikan, salah siapa kalau begini. 

Alangkah baiknya gunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa yang mudah di pahami dan bisa di mengerti, bagaimana menurut anda sahabat. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun