Mohon tunggu...
bahrul ulum
bahrul ulum Mohon Tunggu... Freelancer - Kompasianer Brebes Community (KBC) - Jawa Tengah

Apa yang ditulis akan abadi, apa yang akan dihafal akan terlepas, ilmu adalah buruan, pengikatnya adalah tulisan, ikatlah dengan kuat buruan mu itu. (KBC-01)

Selanjutnya

Tutup

Gadget Pilihan

Mesin Absen Finger Print, Antara Patuh dan Takut

10 Februari 2020   09:43 Diperbarui: 10 Februari 2020   09:44 597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mesin Finger Print (Dok yogya.tribunnews.com)

Sebuah mesin absensi kehadiran menjadi momok buat para pegawai, ada yang merasa takut dan ada yang patuh dengan mesin tersebut, manusia diciptakan untuk tunduk dengan regulasi yang ada, persoalan kemudian adakah pengaruh antara finger print dengan kinerja hasil aktivitas. 

Bagi sebagian orang yang bekerja di lembaga pemerintahan, maka mereka diwajibkan untuk menempelkan sidik jari ke mesin finger print atau bisa juga wajah sebagai identitas bagi mesin untuk mengenalnya, dimana personal tersebut secara otomatis telah datang tepat waktu.

Bila terlambat hadir maka resikonya adalah potong gaji atau bisa TPP, ini artinya ada aturan yang mengikatnya sehingga ada yang was-was untuk terlambat, kalau sudah finger print lalu santai-santai, tidak dipermasalahkan, sehingga output pun terkadang dijadikan nomor kedua, yang penting masuk dan pulang sudah laporan di mesin tersebut. 

Walaupun potongannya sedikit, namun saat direkap se kabupaten saja, maka potensi atas keterlambatan terkadang muncul, bisa saja ratusan juta pemkab dapat dana atas keterlambatan ASN nya ini, maklum dikumpulkan dan direkap lalu dana masuk kasda. Bayangkan jika tidak ada mesin finger print maka negara juga rugi donk. 

Bagaimana jika finger print berlaku sebagai absen peserta didik

SMKN 2 Adiwerna Tegal, telah menerapkan mesin finger print sebagai absen bagi peserta didiknya, sehingga aspek kepatuhan dan digital record absen tersebut bisa menjadi alat bykti bagi orangtuanya, apakah anaknya itu sering bolos atau disiplin dalam belajar di sekolah. 

Termasuk mencocokkan antara absensinya guru kelas dengan mesin absensi finger print, secara fakta sekolah telah melaksanakan dengan baik, karena ingin peserta didik di sekolahnya itu bisa belajar disiplin dan terdidik dengan tertib lewat absensi ini, dan kebiasaan mematuhi aturan menjadikan sikap dan perilaku anak menjadi terarah dan mengurangi potensi bolos. Bagi orangtua inovasi seperti ini sangat disukai, anak bisa terkontrol dan orangtua pun tahu rekam digital anak antara patuh dan tidak. 

Jujur karena Mesin atau Jujur Karena Sikap

Absensi manual sepertinya sudah mulai bergeser, pasalnya banyak terjadi ketidakjujuran para pengisi dan pengawas absensi, walhasil hadirlah sebuah mesin finger print, artinya manusia ini terkadang merasa takut dengan sebuah mesin, namun tidak takut dengan pelanggaran yang sudah dilakukan secara pribadi, saat mau protes bahwa yang salah ini dan itu, maka dengan mesin finger print tidak ada yang bisa protes, karena mesin yang diciptakan begitu jujur.

Kalaupun tidak jujur berarti ada oknum yang sengaja merubah sistem tersebut, mesin digital jelas akan bergerak sesuai dengan guideline yang ada, tidak ngapusi dan tidak protes, karena mesin itu benda mati, menjadi hidup karena manusia yang bisa mengolah data yang ada menjadi sebuah sistem kerja yang serba cepat dan akurat. 

Yang sudah lazim digunakan sekarang adalah pembayaran TOL, tanpa ada orang yang stand by di mesin itu, jutaaan transaksi bisa di dapat, orang sangat percaya dengan mesin itu, sekali tempel kartu TOL maka saldo kita teekurangi, bahkan saat alatnya terbuka, maka kita akan masuk secara otomatis, tidak ada protes dan tidak ada komplen, kalaupun ada kareja mesin rusak atau error sehingga harus ada mekanik yang stand by sewaktu-waktu apabila ada kerusakan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun