Like and dislike di dunia ASN masih saja terjadi, seorang pemimpin daerah apalagi setelah era otonomi daerah, mereka punya otorisasi dalam memberikan promosi dan mutasi para ASN nya yang dianggap mereka itu pernah berjuang bersama saat ada prosesi pilkada atau pilwalkot, bahkan sekelas pilgub.Â
Wajar saja kemudian ada gerbong utama, dan gerbong pendukung dimana nantinya gerbong utama ini yang akan menjadi jubir saat jagonya terpilih memimpin dinasti di daerahnya, mereka bisa makmur selama periode jagonya terpilih, karena politik balas budi jelas ada, bukan hanya retorika saja tapi baik eksplisit maupun inplisit pun terjadi, dari sebuah hobi mau dipaksakan ataupun tidak itu bisa dijadikan sarana lobi bagi para gerbong utama.Â
Imbasnya adalah gerbong pendukung pun akan meminta dawuh ke gerbong utama, apakah punya kesempatan yang sama untuk bisa berbaur dan bermitra dengan gerbong utama itu, kalau gerbong utamanya memiliki prinsip keterbukaan dan mau mengakomodir beberapa ASN berprestasi dan memang terlihat loyalitasnya yang dilihat dari rekam digital dan jejak kiprahnya, mestinya ini bisa dimasukan dalam gerbong utama untuk dilanjutkan ke pucuk pimpinan sebagai urutan promosi atau mutasi dilahan yang basah atau bisa kering tapi sifatnya sementara saja.Â
Aturan regulasi profesionalisme dan dedikasi yang tinggi sifatnya memperkuat saja, mereka yang masuk ke gerbong utama ini mesti akan ditanyakan loyalitas dalam mematuhi aturan leadernya.
Saat dalam pelaksanaan ternyata hanya tong kosong berbunyi nyaring, maka akan menjadi catatan kaki dan kemudian akan ditentukan sikap, ini masuk kawasan zona kering program, bukan menjadi seorang leader di urusan wajib, apalagi masuk ranah zona basah, jelas akan dibuat pagar betis, dan untuk masuk zona basah ini, disamping harus loyalitas dalam pengabdian, mereka juga harus loyalitas dalam memenuhi hobinya top leader, tidak ada bahasa tidak bisa harus bilang siap.Â
Memaknai siap akan terlihat pada sikap dan tindakan, dan itulah ciri yang paling mudah dilihat serta diukur bagi top leader, nantinya menjadi bahan catatan penting apakah masuk dalam ring 1 nya, atau hanya masuk sebagai ring 2 saja, atau hanya sebagai pemeran pendukung atau pelengkap.Â
Mengutip di makassar.terkini.id dijelaskan bahwa Promosi jabatan PNS dilakukan berdasarkan perbandingan objektif antara kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang dibutuhkan oleh jabatan, penilaian atas prestasi kerja, kepemimpinan, kerja sama, kreativitas, dan pertimbangan dari tim penilai kinerja PNS pada Instansi Pemerintah, tanpa membedakan jender, suku, agama, ras, dan golongan.
Bahwa setiap PNS yang memenuhi syarat mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk dapat dipromosikan ke jenjang jabatan yang lebih tinggi. Ini adalah kondisi normatif yang diinginkan semua oleh para ASN, kalau memang memenuhi syarat dan ketentuan, dan melihat kinerja dalam catatan pekerjaanya dan mengikuti semua syarat administrasi dan ujian tertulis, kesehatan, psikologi dan ukian lainya harusnya mereka punya kesempatan yang sangat luas.Â
Yang jelas bagi para ASN kalau harus melakukan upaya tertentu apalagi yang tidak tersurat dan model gaya politis, maka ini menjadi kado pahit baginya, karena regulasi banyak yang di langgar, dan biasanya rekan kerjanya juga merasa gengsi, apalagi kalau rekam digitalnya jelek kemudian dapat promosi ditempat yang basah padahal dalam catatan riwayat ada yang negatif.Â
Akan berdampak berbahaya lagi jika politik dinasti atau pola nepotisme terjadi dan melakukan manuver tim sukses saat pencalonan pilkada atau pilwalkot, maka netralitas mereka sejak awal perlu di pertanyakan. Imbas semakin berbahaya pada tataran kemajuan dalam urusan birokrasi.Â
Mulailah dengan mentaati regulasi yang ada, profesionalisme, dan patuh terhadap aturan yang sudah ditetapkan, jangan ada nepotisme dan politik balas budi. Tapi kalau model-model nepotisme, politik balas budi ataupun nuansa tim sukses dilakukan dan itu masif, maka akan terjadi gesekan yang kuat, dampaknya kondusifitas birokrasi semakin rapuh dan akhirnya tidak muncul kreatifitas, inovasi, ataupun transparansi terhadap pelayanan publik.Â