Penurunan muka tanah jelas akan terjadi, apalagi jika disekitar daerah tersebut menjulang tinggi bangunan bertingkat, termasuk ketika daerah yang awalnya banyak hutan kemudian berubah fungsi tumbuh subur bangunan rumah atau kantor dan perumahan. Belum lagi jika dalam membangun tanpa mengindahkan saluran drainase, serapan air dan tata kelola lingkungan yang hijau, indah dan rindang.Â
Jika hujan terus menerus apalagi di musim penghujan dan tanah diatas permukaan air laut 2500 kemudian gundul atau ada alih fungsi hutan maka jelas air dari hulu akan ke hilir, tanpa di komandoni aja airnya akan mengalir sendiri, mengalir dari atas kemudian ke bawah sampai ke laut. Resikonya adalah rumah atau penduduk bumi yang berada di hilir, dipastikan kena getahnya atau dampaknya.Â
Sisi yang lain, budaya buang sampah sembarangan sepertinya masih digemari oleh penduduk bumi Indonesia, faktanya masih saja sampah menumpuk dan terbuang di saluran irigasi baik itu irigasi besar, kecil sampai got di depan rumah kita sendiri. Kalau semua sadar, pastinya buang sampah pada tempatnya.Â
Fenomena membuang sampah di lahan orang lain atau di aliran sungai atau dibantaran sungai semakin meluas, dulu malu bila buang sampah rumah tangga dibuang ke bantaran sungai, sekarang kalau ada yang mendahului, maka yang lain mengikutinya, walaupun ada spanduk berisi larangan, tapi sepertinya di indahkan oleh mereka.
Sedimentasi sungai di hulu hilir sangat cepat, dibersihkan tahun ini, tahun berikutnya sudah menumpul tebal, akibatnya aliran sungai tidak cepat terurai, dampaknya saat ada sampah rumah tangga maka akan menumpuk, jika tidak segera ditangani bisa bau menyengat, saat sudah menumpuk di pintu air terjadi sumbatan, semakin lama semakin menumpuk dan akhirnya puluhan dam truck harus dikerahkan untuk mengangkut sampah tersebut dengan bantuan alat beko. Berapa juta dana rakyat habis untuk urusan seperti ini, dan anehnya terus menerus terjadi tiap tahun.Â
Embung sebagai tempat menampung air pun belum bisa menjamin, hanya salah satu wadah alternatif daripada air mengalir ke laut tanpa di manfaatkan untuk kesejahteraan rakyat, disaat musim kemarau banyak embun kering kerontang, sumber mata air sudah menipis dan imbasnya kekeringan dimana-mana.Â
Intrusi air laut sekarang mulai meluas, seiring pohon mangrove di tebang habis, dianggap mengganggu, muncul konsep reboisasi dengan sabuk hijau di pesisir pantai, butuh waktu yang lama, antara babat habis mangrove itu lebih ceoat, dibandingkan melakukan penghijauan dimana puluhan tahun baru bisa tumbuh puluhan meter mangrove hidup.Â
Kalau masyarakanya menjaga kelestarian alam, yakin Indonesia akan tidak mengalami banjir bandang di sejumlah daerah, karena sifat rakus dan tidak mau melakukan upaya preventif, kuratif dan rehabilitatif maka yang terjadi alam murka dengan sendirinya. Untuk memulihkan kondisi ke semula jelas susah, harus diawali dari kita sendiri, mari jaga alam ini dengan baik, itu warisan nenek moyang kita yang dulu, jangan suka memotong pohon tapi tidak menanam pohon di sampingnya.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI