Sampah plastik jangan dianggap remeh, bila dibuang ke tempat sampah,  di belakang rumah (pekarangan), disungai, di laut, di danau ataupun TPA/TPS, maka akan bisa terurai setelah 100-500 tahun yang akan datang. Bisa 7 turunan ke anak cucu kita, sampah ini masih belum terurai. Makanya menjadi momentum penting 3 Juli diperingati sebagai Hari Bebas Kantong Plastik Sedunia atau dalam bahasa inggris  International Plastic Bag-Free Day.Â
Realita yang ada, coba kita lihat sendiri dan alami sendiri saat beli produk di supermarket maka saat pulang produk tsb dikasih plastik bisa kecil, sedang atau besar. Mestinya ke depan  dalam memberikan harus menyediakan alternatif selain kantong plastik sekali pakai, ini juga menjadi tanggung jawab konsumen untuk mulai membiasakan  diri membawa tas lipat pada saat berbelanja.Â
Saat anda beli barang atau sayuran di pasar induk atau pasar desa maka pedagang mesti menyiapkan kantong plastik, bahkan dulu pedagang tempe untuk packingnya dengan daun jati, atau daun pisang, sekarang sudah menggunakan plastik.Â
Begitu juga dengan saat anda beli rujak pun, sudah di taruh di daun pisang lalu diikat dengan karet dan dikasih kantong bila belinya lebih dari 2 atau selebihnya. Ini artinya kantong plastik dianggap lumrah bagi para pedagang untuk menyiapkan dan sudah dihitung harganya.Â
Budaya buang sampah pun, jarang warga untuk memisahkan mana sampah organik dan mana sampah yang non organik. Apalagi sampah di daur ulang. Kesannya daur ulang seperti eco brik yakni mengolah sampah plastik agar bernilai harganya.Â
Sepertinya  Ecobrick sebagai salah satu solusi atas volume plastik yang kian besar namun bagi sejumlah warga di desa jarang yang paham gimana cara menghasilkan nilai tambah plaatik yang ada bagi kesejahteraan keluarganya, padahal ecobrik merupakan bata ramah lingkungan terbuat dari botol yang diisi dengan sampah plastik hingga padat dan bisa jadi kerajinan yang bernilai harganya dan mampu dijual untuk mendapatkan income bagi keluarga.Â
Telah banyak workshop yang dilakukan Russel dan teman-temannya di Indonesia guna memperkenalkan masyarakat tentang metode Ecobrickin, salah satu acara yang memperkenalkan metode ini adalah East Java Ecobrick Expedition yang dimulai awal Februari 2017 lalu.
Botol-botol  hasil Ecobrick sendiri dapat dirangkai dengan lem dan dibentuk menjadi kursi, meja, dan bahkan bisa dimanfaatkan sebagai bahan untuk pembuat tembok selayaknya batu bata.Â
Russel mengaku dirinya bersama teman-temannya telah mampu membuat rumah, taman, meja, dan kursi di Filipina dengan metode ini. Metode ini sendiri juga membantu mengurangi sampah individu, rumah tangga, dan masyarakat luas tanpa harus mengeluarkan biaya besar.