Sejak Tahun 2017,  ada Kebijakan Rayonisasi PPDB online untuk Pendidikan menengah di Jawa Tengah, pihak  Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah yang dilansir di news.okezone.com tahun 2017 menyatakan bahwa sistem rayonisasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMA dan SMK Negeri online dimaksudkan agar persebaran siswa merata. Sistem rayonisasi PPDB SMA dan SMK Negeri Jateng terbagi empat, yakni dalam rayon (DR), dalam kota/kabupaten (DK), luar kota/kabupaten (LK), kemudian luar provinsi (LP) dengan persentase masing-masing.
Kuota untuk DR ditetapkan maksimal 50 persen dari daya tampung, 40 persen maksimal untuk kuota DK, kemudian LK dan LP masing-masing diberikan kuota sebesar maksimal 7 persen dan 3 persen. Contoh Siswa dari provinsi lain mau ke jateng ? Ya, boleh saja. Akan tetapi, hanya diberi kuota 3 persen di setiap sekolah.
 Artinya, kalau daya tampungnya 100 siswa, dari luar provinsi maksimal tiga siswa. Untuk mencegah siswa berbondong-bondong mendaftar ke sekolah-sekolah tertentu, siswa yang mendaftar di sekolah yang masuk dalam rayonnya akan diberikan tambahan poin, termasuk nilai kemaslahatan. Lebih baik daftar di rayon sendiri saja. Masih dapat poin tambahan lagi. Kami harapkan siswa yang pinter-pinter ini mendaftar di dalam rayonnya sendiri.
Bagaimana Respon Nitizen terkait PPDB Online 2018
Salah satu Nitizen Warga Brebes  Munaryo Ramli di facebooknya, mempertanyakan kebijakan PPDB Online dengan rayonisasi, pasalnya  bagi mereka yang mempunyai SKTM bisa diterima asalkan masuk dalam rayonisasi, sedangan bagi mereka yang diluar rayonisasi namun nilai UN nya lebih tinggi tidak masuk kriteria alias tidak diterima. Menurutnya rayonisasi memang sangat mulia dari pemerintah agar ada kesempatan yang sama untuk semua calon siswa dari keluarga miskin bisa ikut belajar di sekolah Negeri.Â
Namun sayangnya konsep tadi menjadi sangat menyentuh rasa keadilan bagi calon siswa yang bukan termasuk calon siswa miskin tapi punya nilai UN lebih baik. Fakta dilapangan masih ada oknum yang memberikan  SKTM yang dimanfaatkn oknum tertentu hanya demi mengejar untuk bisa masuk sekolah negeri yang sejatinya yang bersangkutan tidak masuk kriteria keluarga miskin menjadi fenomena baru.
Banyak calon siswa yg bukan dari  keluarga miskin tapo punya nilai UN lebih baik merasa dianak tirikn oleh aturan baru ini. Berapapun nilai UN nya tapi membawa selembar SKTM bisa menjamin untuk masuk sekolah Negeri. Apakah nanti saat anak diterima, kemudian diketahui ternyata dengan SKTM yang dibuatnya tidak sesuai kenyataan, kepada pihak sekolah berani untuk mengeluarkan anak dari sekolahnya, bagaimana nanti respon anak jika jadi ATS atau dipindahkan, gara-gara ada persoalan pemalsuan data surat keterangan.Â
Sementara itu, Tolhah Wibowo Warga Desa Luwungragi Kecamatan Bulakamba juga menanyakan kebijakan rayonisasi ini. Pihaknya menanyakan kepada penulis, kenapa sih anak ingin belajar di pondok pesantren dekat sekolah negeri kok tidak bisa, padahal anak ini nilai UN nya lebih tinggi daripada anak yang berasal dari dalam rayon tersebut. Berarti anak pinter yang ingin melanjutkan ke sekolah yang dianggap kualitasnya baik dan alumninya banyak berhasil akhirnya kandas di tengah jalan, dan harus sekolah di SMA Negeri dimana anak ini tinggal.Â
Kebijakan seperti ini mestinya ditinjau kembali, tetap melihat aspek pemerataan dan membuat aturan spesifik tertentu agar anak-anak yang berprestasi dan nilai UN tinggi bisa masuk dalam sekolah khusus dengan kualitas hasil akan terjamin. Semoga tahun ke depan ada evaluasi atas kebijakan rayonisasi ini dengan melihat aspek kualitas dan kemampuan anak yang memang kecerdasannya dan intelegensia sangat berbeda dengan anak-anak yang biasanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H