Mohon tunggu...
bahrul ulum
bahrul ulum Mohon Tunggu... Freelancer - Kompasianer Brebes Community (KBC) - Jawa Tengah

Apa yang ditulis akan abadi, apa yang akan dihafal akan terlepas, ilmu adalah buruan, pengikatnya adalah tulisan, ikatlah dengan kuat buruan mu itu. (KBC-01)

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Semakin Tinggi Gaya Hidup Konsumtif, Bikin Warung Makan Laris dan Untung

1 Juli 2018   17:40 Diperbarui: 2 Juli 2018   07:27 982
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada korelasi gaya hidup konsumtif seperti malas masak sendiri, beli lauk pauk atau masakan cukup dengan Go-Food atau lewat Telp minta diantarkan, hobi kuliner, hobi makan di restoran dan sejenisnya, gaya hidup seperti itu bikin para pengelola warung makan, pengusaha seafood, pengusaha restoran dan juga para pedagang masakan dan catering merasakan gembira dan untung, terlebih jika di ibukota atau kab/kota yang ekonomi maju memberlakukan tarif pajak restoran atau warung makan maka secara otomatis Pemda pun mendapatkan keuntungan yang besar. 

Semakin gaya hidup warganya konsumtif maka semakin besar keuntungan para pengelola usaha tersebut. Bahkan kecenderungan sekarang bagaimana menjadikan masyarakat untuk bergaya hidup ringan, cukup telp menu yang dipesan lalu datanglah menu yang dipesankan, tinggal bayar lunas lewat internet banking atau lewat cash kepada petugas yang mengantarkan paket tersebut. 

Bila diibukota negara, para pekerja yang berada dikantor, maka memilih gaya beli lewat Go-Food menjadi pilihannya, mereka bisa langsung request menu yang dipilih, dan nanti ada yang mengantarkan paket setelah melunasi order yang dipesan, sangat jarang para pegawai atau karyawan swasta membawa bekal nasi dan lauk pauk dari masakan sendiri. 

Gaya hidup seperti warga metropolitan ini sudah mulai ditiru di beberapa kab/kota di Indonesia, ada resto yang sepi pembelinya tapi ternyata laris order Go-Foodnya, wajar saja banyak pengusaha yang diuntungkan dengan munculnya fasilitas kemitraan digital ini. 

Belum lagi sekarang, jika hari libur anak pun dilatih oleh orangtuanya untuk menikmati kuliner di warung makan yang recomended, bisa menikmari bakso spesial atau ragam kuliner yang lainnya, jarang sekali saat liburan anak dilatih untuk bisa memasak sebagai bekal untuk dirinya agar kelak jadi ibu rumah tangga tidak bergaya konsumtif. 

Namun tetap saja, informasi gaya hidup sangatlah gencar, terkadang orangtuanya tidak paham, lalu anaknya yang sudah familier dengan gaya hidupnya bisa mempengaruhi orangtuanya untuk bergaya hidup konsumtif.

Ambil contoh yang kentara adalah, sangat jarang anak sekolah dikasih bekal makan dari masakan ibunya dirumah, lebih cepat dan singkat jika anak tersebut dikasih uang saku dan beli makan atau snack dan minunan di pedagang kaki lima di sekolah yang tentunya laik sehatnya dipertanyakan. 

Sepertinya gaya hidup ini akan terus berkembang dan sulit untuk direm atau di cegah. Prilaku lingkungan sekitarnya sangat dominan terutama pola asuh yang ada. Kecuali mereka hidup berada di pegunungan dan jauh dari hiruk pikuk dunia digital yang bisa mempengaruhi siapa saja sewaktu-waktu. 

Pilihan gaya hidup orang kota dengan pedesaan jelas sangat berbeda jauh, nakun orang pedesaan akan cepat terkontaminasi jika semua fasilitas dan akses tercukypi di sekitarnya dan dalam hitungan hari akan sama dengan gaya hidup orang kota.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun