Mohon tunggu...
bahrul ulum
bahrul ulum Mohon Tunggu... Freelancer - Kompasianer Brebes Community (KBC) - Jawa Tengah

Apa yang ditulis akan abadi, apa yang akan dihafal akan terlepas, ilmu adalah buruan, pengikatnya adalah tulisan, ikatlah dengan kuat buruan mu itu. (KBC-01)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Celengan Semar dan Budaya Menabung yang Masih Eksis

19 Juni 2018   20:18 Diperbarui: 19 Juni 2018   20:19 1946
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Celengan kura-kura dari tanah liat/Doc Pribadi

Celengan Semar dan budaya menabung yang masih eksis sengaja penulis angkat, walaupun dunia keuangan perbankan menjamur, namun di beberapa daerah dalam mendidik anaknya masih memakai celengan yang terbuat dari tanah liat dan digunakan untuk menabung, walaupun setiap hari cara menabungnya menggunakan uang recehan lima ratus atau seribu rupiah, kadang-kadang uang recehan seratus rupiah pun do masukan. 

Kerajinan celengan ini berasal dari mayong jepara, tepatnya di selatannya pasar mayong, tidak jauh dengan kelahitan RA Kartini tentunya. Pelatihan gemar menabung bagi anak harus dilatih melalui media sarana yang tepat, yakni celengan. 

Tren sekarang ada beberapa celengan yang terbuat dari bahan plastik dan dikasih warna warni, namun jika dari tanah liat, bisa beraneka jenis pilihan binatang atau kadang jenis boneka yang disukai. 

Bentuk celengan/Doc Pribadi
Bentuk celengan/Doc Pribadi
Ada ragam jenis celengan yakni celengam bentuk ayam, kura-kura, semar, bahkan boneka yang lagi trendy di televisi bisa disulap oleh tangan-tangan kreatif warga mayong Jepara ini. 

Harga sangat variatif dari mulai Rp 15 ribu hingga Rp 35 ribu tergantung besarnya celengan yang dipilih. Anda juga bisa pesan sendiri dengan pedagang celengan atau bisa datang ke pengrajin celengan atau geranah ini, permintaan apapun bisa disulapnya. 

Melatih menabung ya diawali dengan membelikan celengan, anak juga bisa dilatih untuk dibelikan celengan untuk dan sosial sehingga kepekaan terhadap lingkungan sekitarnya semakin tinggi, jangan sampai hidup berfoya-foya atau malah konsumtif. 

Saat penulis masih anak-anak, orangtua sengaja membelikan celengan dan diminta menyisihkan sebagian dananya dan dimasuka ke celengan tersebut, saat nanti dibutuhkan sewaktu-waktu bisa dipecah dan dihitung uang yang ditabungkan di celengan. 

Saat simbah masih hidup, malahan budaya menabung bukan di celengan seperti digambar tersebut, tapi memotong bambu yang besar lalu dilubangi, sehingga uang yang ada ditabungkan setiap hari agar bambu yang tadinya tidak ada uangnya bisa terisi penuh. 

Bahkan simbah juga menabung di pring yang tebal dan sangat sudah dibongkar karena bambu yang dibeli untuk celengan sudah didesain sedemikian rupa, sehingha selama setahun baru bisa di gergaji dan dihitung untuk keperluan sekolah. 

Sepertinya dunia menabung di celengan sudah mulai sedikit punah, anak dilayih sama orangtuanya untuk menabung di sekolah dan uangnya dititipkan di guru kelasnya dan bisa diambil sewaktu-waktu , biasanya untuk jaga-jaga bila ada ouran sekolah yang mendadak, contohnya kunjungan wisata ke obyek wisata, atau juga bayar buku sekolah dan kenang-kenangan di sekolah. 

Jika anak semakin besar misalnya di SMP atau MTs hingga tingkat sekolah menengah maka dilatih menabung melalui rekening pelajar dan biasanya sekolah telah bekerjasama dengan pihak bank agar semua anak sekolah menabung di bank yang ditunjuk. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun