Fenomena Foto Pre-Wedding yang sering kita lihat pada undangan pernikahan zaman now, terlihat memang bagus dan sangat menarik, pasalnya undangan yang kita terima dari keluarga penganten begitu romantis, elegan dan tampak kemesraan yang begitu kentara.Â
Fenomena ini kelihatannya muncul sejak tiga tahunan ini, apakah ini bawaan dari budaya barat atau memang sudah menjadi hal yang umum dan dianggap sepele, ataukah ini sebagai gaya remaja saat ini.Â
Apakah foto pre wedding sebagai bentuk kemajuan ilmu digital sekarang ini, atau sebagai gaya hidup, atau dianggap sebagai prestise atau ada juga kemerosotan moral yang ditimbulkan, bagaimana hukum islam memandang dari sisi kacamata islam persoalan hukum terkait foto pre weeding ?
Bila melihat dari Sisi budaya islam foto pre-wedding ini sebenarnya tidak sesuai dengan pergaulan islami, karena makna budaya islam adalah fitri nan suci, bahkan cenderung bertentangan dengan fitrah budaya islam.Â
Seperti contoh syariat  islam tentang berpakaian maka dalam syariatnya harus menutup aurat jangan aurat wanita atau laki-laki di umbar, namun kenapa masih muncul banyak yang meniru gaya barat berpakaian you can see bahkan cenderung auratnya diumbar dan dianggap hal biasa, tidak takut dengan hukum Allah SWT, apakah etika budaya mereka sudah pudar atau memang bagi mereka ini adalah trendy fashion era now.
Budaya barat semakin menggeliat, menerobos, dan menyusuf ke dalam celah-celah tembok budaya timur, salah satunya adalah prosesi foto pre-wedding dalam pelaksanaan pernikahan.Â
Foto pre-wedding adalah proses pengambilan foto kedua calon mempelai (yang akan menikah) untuk menghiasi kartu undangan, ruang resepsi atau sauvenir pernikahan. Dengan tujuan untuk  menambah keindahan, mereka mengambil foto dengan pose-pose bermesraan, berangkulan, berpelukan, dan umumnya foto ini diabil sebelum akad nikah dilangsungkan.Â
Bila ini dilakukan maka secara islam hukumnya adalah haram. Sebab disana terdapat berbagai hal-hal mungkar atau keharaman seperti membuka aurat, melihat aurat lawan jenis yang bukan mahrom, percampuran antara pria dan wanita yang bukan mahram, dan persentuhan antara keduanya.Â
Ternyata hukum haram ini bukan saja pada pelaku prosesi pre-wedding mempelai berdua, juga pada fotografernya. Karena fotografernya juga memandang aurat mempelai yang menjadi pasiennya, bahkan cenderung kru fotografi juga menyentuh dan memegang bagian anggota tubuh pasien untuk menata dandanan sehingga menjadi indah dan cantik serta menarik.Â
Dalam kaidah fiqih arrodo bilma'ashi maksiyatun yang artinya rela terhadap perbuatan maksiat adalah juga merupakan maksiat. Akan dibolehkan jika foto pre-wedding ini kedua mempelai sudah melangsungkan akad nikah terlebih dahulu, karena keduanya secara hukum syari' sudah sah menjadi suami istri, itupun jika tidak menimbulkan penilaian negatif oleh masyarakat.Â
Bahkan bab terkait foto pre wedding ini telah dibahas di bahtsul masail santri lirbiyo kediri yang dibukukan dalam cetakan ke VI Januari 2013 majmu'ah keputusan bahtsul masail oleh tim pembukuan bahtsul masa-iel kautsar lirboyo.Â