Mohon tunggu...
bahrul ulum
bahrul ulum Mohon Tunggu... Freelancer - Kompasianer Brebes Community (KBC) - Jawa Tengah

Apa yang ditulis akan abadi, apa yang akan dihafal akan terlepas, ilmu adalah buruan, pengikatnya adalah tulisan, ikatlah dengan kuat buruan mu itu. (KBC-01)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Nikah di Bawah 21 Tahun Masih Tinggi di Jateng

26 April 2018   07:38 Diperbarui: 26 April 2018   09:51 938
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tabel diatas, adalah peta capaian usia kawin Kab/Kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2017 dari sumber data BKKBN Provinsi Jawa Tengah. 

Pada pertemuan Musyawarah Daerah Koalisi Indonesia Untuk Kependudukan dan Pembangunan yang disampaikan oleh Prof. Dr. Saratri Wilonoyudho selaku Ketua Koalisi mengatakan, bahwa peta yang berwarna merah menunjukkan 50 persen usia perkawinan pada penduduk di kab/kota dibawah 21 tahun. Ini artinya besar kemungkinan ada yang nikah di usia baru lulus SMA/SMK/MAN, bahkan ada yang berkisar di 16 tahun hingga 18 tahun. 

Bila usia mudanya banyak dan cepat menikah, maka daya saing untuk produktivitas daya saingnya didaerah jelas masih belum maksimal, karena bekal ketrampilan pasangan usia dibawah 21 tahun hanya berbekal pada ijasah sekolahnya yakni tamatan SMA atau lulusa paket C. Mereka nantinya bisa bekerja di sektor industri sebagai pekerja kasar atau pekerja yang mengharapkan gajinya hanya di pagu UMR yang ditetapkan. 

Solusinya adalah, kehadiran perguruan tinggi baik negeri dan swasta di kab/kota bisa menaikkan daya saing bagi masyarakatnya, mereka usia produktif ini bisa belajar lebih tinggi, sesuai dengan minat dan bakat pilihan kuliahnya. 

Kebijakan di Kab/Kota juga diharapkan ada banyak muncul lapangan pekerjaan yang bisa diakses di kab/kotanya. Buat apa jika penduduk yang pendidikannya tinggi kemudian dia urbanisasi ke kota/kabu lain dan kota kelahirannya ditinggalkan, karena dianggap oleh mereka tidak memberikan jaminan pekerjaan atas dirinya, sehingga mereka memilih jalur pindah ke kota lain untuk mengamalkan ilmunya sekaligus mendapatkan jaminan gaji yang layak buat mereka. 

Tercatat pada tahun 2017 di Provinsi Jawa Tengah untuk angka remaja sebanyak 8.033.708 jiwa dari total penduduk Jateng 32.380.689 jiwa. Persoalan remaja jangan dianggap ringan oleh kab/kota, dialah bonus demografi yang bisa memperpanjang kemajuan daerah dan memperpendek kemajuan daerah. 

Persoalan remaja antara lain pornografi, narkoba, radikalisme, kenakalan remaja. Mereka ini generasi pemimpin bangsa dan bisa terjadi masalah kriminalitas tinggi atau kasus konflik sosial yang ssmakin tinggi bila nasib remajanya semakin tidak produktif. 

Di Jawa Tengah pada data piramida penduduknya itu ada kecenderungan pendidikan masyarakatnya yang usia remaja dan jenjang pendidikan tinggi ini melakukan migrasi ke kota. Tingkat kelahiran bisa ditekan dan tren semakin menurun, namun kesempatan untuk migrasi ke kota yang berpenghasilan dan punya kesempatan kerja banyak semakin naik. 

Jika daerah terutama di tingkat desa tidak bisa mencegahnya maka akan jadi ancaman serius, pencegahan bisa dilakukan dengan cara desa diperdayakan seperti yang dilakukan oleh desa ponggok klaten, dimana di desanya bisa memberikan peluang yang cukup baik bagi para remaja dalam memanfaatkan peluang dan potensi desanya dengan maksimal. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun