Mohon tunggu...
Caesy Nurlita
Caesy Nurlita Mohon Tunggu... -

perangkai kata yang biasa-biasa saja.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Mulutmu Harimaumu, Dinda

17 April 2014   17:00 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:34 495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13977033981264636144

Saat ini di social media sedang heboh akun seorang wanita bernama Dinda, yang mengolok-olok sikap seorang ibu hamil yang meminta diberikan tempat duduk di kereta. Si Dinda ini beranggapan, kalau mau dapat tempat duduk di kereta yang sesak ya datanglah lebih awal. Bahkan dia menceritakan betapa beratnya perjuangannya untuk berangkat naik ojek, angkot, berdesak-desakkan, hingga kakinya sakit dan tulangnya bergeser. Seharusnya ibu hamil sadar sendiri, jangan mau diistimewakan terus dan jangan menyusahkan orang lain, begitu kata Dinda dengan tegas.

[caption id="attachment_303608" align="aligncenter" width="300" caption="Postingan Dinda di Path"][/caption]

Dalam pandangan saya, mungkin benar juga pembelaan si Dinda ini. Mungkin hari itu dia banyak masalah, badannya sakit semua, eh masih aja ada ibu hamil minta tempat duduknya di kereta. Mungkin Dinda ini dongkol, kenapa nggak orang lain yang dimintai tempat duduknya, kenapa harus dia yang sedang stres dan banyak masalah. Tapi kalau begini ceritanya, bisa juga kita berpikiran bahwa mungkin si ibu nggak bisa datang pagi ke stasiun karena permasalahan yang sama beratnya seperti si Dinda. Mungkin si ibu hamil ini sudah bangun pagi-pagi, tapi harus mengurus keluarganya dulu, mengantarkan anaknya ke sekolah mungkin, atau mengalami hambatan di jalan, atau mungkin badannya sakit hingga bangun terlambat. Saat si ibu sudah naik kereta, mungkin tempat duduk si Dinda lah yang terasa paling dekat dan memudahkan dia bergerak dengan perut membuncitnya, mungkin juga si ibu melihat wajah si Dinda yang cantik seperti orang baik yang mau berempati padanya, maka diberanikannyalah dirinya meminta kursi Dinda. Mungkin saja kan?

Tapi ternyata, pandangan bisa menipu. Dinda mungkin terlalu stres sampai lupa dia juga punya ibu yang dulu juga pernah mengandungnya selama 9 bulan. Mungkin masalah Dinda terlalu berat sampai lupa kalau suatu saat nanti mungkin saja dia berada dalam posisi seperti si ibu hamil. Si ibu hamil pun mungkin tidak menyangka kalau ternyata dongkolnya Dinda berlanjut panjang sampai ke ranah media sosial seperti sekarang.

Kalau sudah seperti ini, lalu siapa yang salah? Patutkah kita menyalahkan Dinda sebagai wanita yang tidak punya empati terhadap sesama kaumnya? Jujur, sebenarnya saya merasa yang dilakukan Dinda tidak sepenuhnya salah, Seperti yang saya katakan tadi, mungkin si Dinda sedang sangat-sangat stres, sehingga tidak bisa menerima permintaan tolong dari orang lain. Masih banyak orang lain yang duduk di gerbong kereta, kenapa tidak ada yang mau mengalah memberikan tempat duduk ke si ibu? Kenapa kita cuma menyalahkan si Dinda? Sebagai manusia, sikap individualistis mungkin saja muncul saat kita sedang dalam kondisi yang pelik, dan mungkin saja banyak orang yang juga akan melakukan hal seperti Dinda kalau dia sedang dalam mood yang buruk. Tapi lalu apa si ibu hamil yang salah? Saya yakin tidak sepenuhnya juga. Seperti perandaian saya tadi, kita juga tidak tahu kenapa si ibu datang terlambat ke stasiun, kita tidak tahu mengapa si ibu memutuskan meminta tempat duduk si Dinda. Semua ini hanya si ibu dan Dinda yang tahu. Saya rasa kita yang hanya melihat dari luar tidak bisa langsung mencap orang seperti Dinda tidak punya empati, atau si ibu orang yang minta diistimewakan terus.

Poin perhatian saya justru terletak pada postingan yang ditulis Dinda di akun Path-nya. Akun-akun tersebut memang akun pribadi, kita berhak menuliskan apapun yang kita mau pada akun-akun milik kita. Tapi, saat postingan yang kita tulis BERPOTENSI menyinggung posisi orang lain atau masyarakat umum, saya rasa kita perlu hati-hati dalam mengungkapkannya. Tidak semua orang bisa menerima pemikiran yang blak-blak-an dan to the point dengan kepala dingin. Karena bebasnya social media itu semua orang pun jadi merasa berhak memberikan statement yang sebagian besar cukup menghakimi. Everybody judges Everybody. Mulutmu, Harimaumu. Mungkin sebenarnya yang dipersalahkan orang bukan sikap Dinda yang tidak empati, tapi perkataannya yang sedikit menyinggung kaum tertentu. Seandainya dia tidak menulis postingan semacam itu, mungkin seluruh Indonesia saat ini tidak akan mengecamnya. Mungkin Dinda nggak akan menuai kecaman seheboh ini. MUNGKIN SAJA.

Media sosial itu berbahaya, hati-hati menggunakannya.

==BE WISE== :)

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun