Mohon tunggu...
Caesy Nurlita
Caesy Nurlita Mohon Tunggu... -

perangkai kata yang biasa-biasa saja.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Prabowo vs Jokowi : Reformasi Babak 2

3 Juni 2014   19:15 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:45 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemilihan presiden semakin dekat. Proses kampanye setiap pasangan capres-cawapres pun akan segera dimulai. Berbagai berita baik issue miring maupun fakta, pujian maupun cacian, harapan maupun teguran, semua makin santer berseliweran dimana-mana, apalagi di sosial media. Setiap orang beradu mengemukakan pendapatnya tentang siapa yang paling benar, siapa yang paling tegas, siapa yang ingkar, siapa yang berkhianat, siapa yang lupa, siapa yang berhutang, dan masih banyak siapa-siapa lainnya.

Terus terang saya terusik, begitu banyak orang pintar yang ternyata begitu peduli terhadap calon pemimpin bangsa ini nantinya, tapi saya juga prihatin, mengapa mereka seakan membabi-buta mendukung seorang figur calon pemimpin tanpa melihat hal-hal di sekelilingnya.

Mungkin saya terdengar begitu pongah, mengatakan orang lain membabi-buta mendukung seseorang, padahal saya sendiri juga belum tentu menulis artikel ini dengan porsi yang adil dan seimbang. Jujur saja, saat Jokowi baru melejit menjadi gubernur DKI Jakarta, saya merupakan salah satu yang tidak berharap dia akan menjadi calon presiden berikutnya. Buat saya, lompatan jabatan setinggi itu sangatlah ambisius buat seorang Jokowi. Begitupun pada pemilihan presiden 2009, saya merupakan salah satu yang memilih pasangan Megawati dan Prabowo sebagai calon presiden saat itu. Waktu itu tidak banyak berita tentang tragedi Mei 1998 yang diangkat ke permukaan seluas ini. Saya pun tidak mempermasalahkan background Prabowo yang diindikasi terlibat dalam berbagai peristiwa tersebut, karena bagi saya pelaku peristiwa tersebut sangatlah abu-abu,  jenderal-jenderal lain pun pasti juga banyak terlibat dalam peristiwa bersejarah itu.  Tapi ternyata Tuhan tidak berkehendak mereka menjadi pemimpin Indonesia saat itu, SBY-Boediono lah yang keluar sebagai pemenang.

Sekarang, lima tahun sudah berlalu. Saya sempat bingung, siapa lagi presiden yang harus saya pilih pada pemilu tahun ini. Melihat Prabowo yang mencalonkan diri kembali kali ini sebagai presiden, saya merasa mengapa tidak melanjutkan pilihan saya yang tidak terealisasi di tahun 2009? Lalu kemudian muncul Jokowi, sosok yang tampak begitu ringkih namun nekat. Mengapa saya mengatakan nekat? Tentu saja, karena saya yakin saat Jokowi mendeklarasikan diri sebagai calon presiden pasti banyak yang akan meremehkan dia, capres boneka, tidak punya pendirian, ingkar janji, termasuk saya yang beranggapan Jokowi terlalu ambisius. Kalau Jokowi bukan orang yang nekat, saya rasa dia tidak akan berani mengambil resiko sebesar itu. Buat apa mempertaruhkan posisi dan citranya sebagai Gubernur Jakarta yang baik demi posisi presiden yang memang menggiurkan, tapi teramat sangat berat, dan mungkin akan merusak image-nya yang bersahaja. Di samping itu, Jokowi juga hanyalah kader partai biasa, belum tentu semua rekannya di PDIP akan menerima orang sebiasa Jokowi dicalonkan menjadi presiden. Bahkan sampai sekarang pun kita tahu ada beberapa kader PDIP yang tidak legawa terhadap keputusan itu.

Kemudian, saya mengikuti perjalanan pria kurus ini. Sosok yang tidak banyak bicara, kelihatan melempem,  lembek, bahkan ndeso. Hal ini sangat kontras dengan tampilan Prabowo yang tegas, gagah, dan menurut saya cenderung parlente. Saya melihat, walaupun pria kurus ini diterpa issue pengkhianatan, ingkar janji, korupsi bus transjakarta, ambisius, capres boneka, tapi dia tidak ambil pusing membela diri. Bahkan walaupun tidak sibuk wira-wiri mempresentasikan diri mencari mitra koalisi, orang-orang malah datang sendiri mendeklarasikan diri sebagai pendukungnya. Coba tengok sosok-sosok seperti Anies Baswedan dan Dahlan Iskan. Menurut saya, dua sosok ini merupakan orang-orang yang sangat cerdas dan netral. Keduanya juga merupakan perserta konvensi dari PD. Tapi mengapa mereka mau mendukung si kurus ini? Saya belum pernah mendengar Jokowi meminta dukungan kepada mereka (maaf kalau saya salah), yang saya ketahui (sekali lagi maaf kalau saya salah) mereka datang sendiri bergabung mendukung Jokowi. Saya masih ingat  sehari sebelum adanya deklarasi dukungan Dahlan Iskan dan relawannya kepada Jokowi, headline berita koran yang dipimpin oleh Dahlan Iskan menceritakan kunjungan Prabowo ke redaksinya. Prabowo memaparkan visi dan misinya, menegaskan janjinya untuk mendukung kebebasan pers, serta kerinduannya melihat Indonesia yang makmur menjadi macan Asia. Tapi lalu saya melihat, setelah strategi jemput bola yang dilakukan Prabowo pun seorang Dahlan Iskan tetap lebih memilih menjatuhkan dukungan kepada Jokowi, yang saya kira tidak atau belum mempromosikan dirinya kepada Menteri BUMN tersebut. Jadi mengapa? Mengapa orang-orang secerdas mereka mau mendukung sosok yang tampak lemah ini? Mengapa mereka yakin sosok kurus kerempeng ini mampu membawa perubahan bagi Indonesia? Mengapa begitu banyak simpati berdatangan kepadanya kalau sosok ini tidak memiliki apa-apa?

Di sisi lain, saya juga terus melihat betapa Prabowo tampak begitu rendah hati mengunjungi massa untuk menggalang dukungan. Keluar-masuk partai dan organisasi memaparkan visi-misi dengan tegas dan berapi-api. Dan kita lihat siapa saja yang merapat mendukungnya. Aburizal Bakrie, orang yang paling bertanggung jawab terhadap kasus Lapindo. Hatta Rajasa, orang yang anaknya telah menabrak orang sampai meninggal dan tidak pernah diadili secara tegas, bahkan anaknya dengan bebas bisa bersekolah di luar negeri. PKS dan PPP, partai yang ketua umumnya menjadi tersangka kasus korupsi. Mahfud MD, orang yang tampak tegas dan bersih, namun galau karena merasa dikhianati oleh PKB. Amien Rais, tokoh reformasi, bahkan dijuluki sebagai bapak reformasi. Bukankah seharusnya pejuang reformasi tidak seharusnya membela orang-orang yang terindikasi menjadi dalang peristiwa Mei 1998?

Saya tidak bicara tentang kelemahan Jokowi atau Prabowo, tapi dari barisan orang-orang yang mendukungnya, cara menjalin koalisi, cara berkampanye, seharusnya kita bisa berpikir jernih mana sosok pemimpin yang memang mau setara merasakan penderitaan rakyat serta mau berjalan bergandengan tangan bersama rakyat.  Dan melihat orang-orang di sekitar dua sosok ini, apa yang mau kita harapkan? Perubahankah?

Kalau kita memilih Prabowo, perubahan apa yang akan terjadi? Susunan partai pendukung SBY periode lalu pun hampir sama dengan susunan partai pendukung Prabowo. SBY dari militer, Prabowo pun dari militer. SBY produk masa lalu, Prabowo pun produk masa lalu. SBY menjanjikan begitu banyak janji manis saat kampanye, Prabowo pun juga sama. SBY tampak gagah berwibawa, Prabowo pun sama gagah berwibawanya.  Lalu perubahan apa yang mau kita harapkan? Bagi saya, terlalu banyak kesamaan pemerintahan yang dijanjikan Prabowo dengan pemerintahan SBY. Apalagi di awal sudah disebutkan pos-pos kementerian yang dijanjikan pada mitra koalisinya. Lalu bagaimana mungkin kita berharap pemerintahan kita akan berubah?

Kalau kita memilih Jokowi, perubahan apa yang akan terjadi? Susunan  partai pendukung Jokowi hampir sebagian besar partai-partai baru (kecuali PKB dan PKP) yang sering berseberangan dengan pemerintahan masa ini. Berubah ke arah yang baik atau tidak, kita tidak tahu tapi JELAS ada perubahan dari partai yang dulunya oposisi menjadi partai pemimpin. (Walaupun PDIP dikatakan sebagai partai terkorup nomor 1, menurut saya itu dikarenakan posisinya sebagai partai oposisi saat ini, jadi wajarlah kalau terus diincar dan diekspose kelemahannya). Kemudian, SBY dari militer, Jokowi hanya penduduk sipil biasa, seorang tukang mebel, mantan walikota, dan (mantan) gubernur. SBY produk masa lalu, Jokowi produk masa kini. SBY menjanjikan begitu banyak janji manis saat berkampanye,  Jokowi tidak menjanjikan macam-macam, hanya kerja, kerja, dan kerja. SBY gagah berwibawa, Jokowi kurus kerempeng, dan tampak lugu. Satu lagi, di saat para pemimpin berlomba-lomba menunjukkan kemewahan dengan naik jet pribadi, kuda, dan mobil mewah, Jokowi naik bajaj dan jalan kaki. Bagi saya (sekali lagi bagi saya), pada sosok si kurus inilah saya melihat perubahan pasti terjadi jika dia menjadi pemimpinnya.

Saya bukanlah pendukung Jokowi pada awalnya, tapi setelah melihat begitu banyak pemberitaan positif dan pembawaannya, saya percaya Jokowi adalah perubahan itu. Jokowi adalah rakyat yang berjuang bersama, rakyat yang memakai pakaian yang sama seperti yang kita kenakan, rakyat yang naik kendaraan yang sama seperti yang kita kenakan, rakyat yang merasakan bau kotoran dan panas yang sama seperti yang kita rasakan, rakyat yang tampak ndeso seperti orang-orang kebanyakan.

Bagi saya, Jokowi adalah jalan menuju reformasi babak 2 yang akan merubah segala bentuk rezim militer, korupsi, dan nepotisme busuk di negeri ini. Saya tahu Jokowi bukanlah sosok yang sempurna. Dia mungkin tidak lebih pintar dari Prabowo, tidak lebih kaya, tidak lebih gagah, tidak lebih piawai dalam berorasi seprti Prabowo. Tapi saya percaya Jokowi adalah orang yang tulus dan berani. Dia mungkin tidak akan membawa bangsa ini menjadi macan Asia secara seketika, namun dnegan revolusi mental-nya, saya percaya akan ada perubahan positif bagi bangsa ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun