Dalam penciptaan langit dan bumi dan bergantinya siang malam ada tanda-tanda. Artinya, ide menulis pada dasarnya ada setiap detik dalam kehidupan. Kita bisa menuliskan apa pun. Kita bisa menulis dari apa yang kita pikirkan, kita rasakan, kita lihat, bahkan dari apa yang kita dengar.
Pernyataan di atas diutarakan Hendra Sugiantoro dalam Training Kepenulisan yang diselenggarakan Takmir Masjid Al-Munawwar, Kuningan, Yogyakarta, Senin (1/3).
“Ulama-ulama Islam zaman dahulu diakui kapasitas dan produktivitas menulisnya. Mereka menyadari pentingnya menulis sebagai pengikatan ilmu dan pewarisan ilmu. Konon Ibnu Taimiyah pernah menulis satu judul kitab dalam sekali duduk. Ibnu Katsir tak hanya menulis kitab tafsir, ada kitab-kitab lainnya seperti Al-Bidayah wa An-Nihayah. Di zaman kini, ada Yusuf Qardhawy yang menulis pelbagai kitab yang diakui ketebalannya. Kitab teranyar yang ditulis Yusuf Qardhawy berjudul Fiqih Jihad,” terang Hendra Sugiantoro yang kini bergiat di Transform Institute Universitas Negeri Yogyakarta.
Hendra Sugiantoro menjelaskan makna tersirat dari wahyu pertama surat Al-‘Alaq dan ayat pertama surat Al-Qalam. Ada pesan langit agar umat Islam memperhatikan pentingnya penggunaan pena. Dengan membaca dan menulis, peradaban kuasa terbangun. Pada zaman Nabi Muhammad SAW, menulis juga dilakukan beberapa sabahat. Wahyu yang diturun ditanamkan dalam hati lewat hafalan dan juga dituliskan. Ada sahabat yang menulis wahyu di antara Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Thalib, Ubay bin Ka’ab, dan lainnya. Para sahabat juga menulis perkataan-perkataan Nabi Muhammad SAW.
“Johannes Pedersen pernah mengatakan bahwa jarang ada peradaban lain dimana dunia tulis-menulis memainkan peran penting selain dalam peradaban Islam. Sejarah kehidupan generasi Islam awal telah memberikan contoh pentingnya menulis bagi kita. Tradisi menulis terus tertanam ke generasi Islam berikutnya. Islam menganjurkan siapa pun untuk menulis. Jika kini tradisi menulis terasa meredup, maka perlu kita nyalakan kembali,” ujar Hendra Sugiantoro.
Dalam training kepenulisan ini Hendra Sugiantoro memaparkan perihal menulis dari khazanah Islam. Tentu saja hal tersebut berbeda dengan training kepenulisan pada umumnya. Motivasi-motivasi coba dibangun kepada peserta untuk mentradisikan menulis. Tak hanya mendengar materi, peserta juga diminta praktik menulis. Lewat sajak Menyalakan Ujung Pena, Hendra Sugiantoro mengarahkan dan membimbing peserta untuk menulis apa pun. “Ada tujuan menulis, yakni mengikat ilmu, menyampaikan ilmu, mengajak pada kebaikan, mencegah kemungkaran, dan meneguhkan keimanan manusia. Itulah tujuan menulis kita,” jelas Hendra Sugiantoro.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H