Nasib Setya Novanto makin kelam, pasca insiatif MKD yang akan menyerahkan bukti rekaman percakapan SN pada pihak kepolisian. Tekanan media juga makin menjadi-jadi, hanya keajaiban yang dapat melepaskan SN dari tekanan hukum dan publik.
Kasus SN ternyata tidak hanya mendatangkan petaka bagi SN dan koroni-koroninya tapi juga menjadi berkah tersendiri bagi mereka. Kini dunia hiburan tanah air kehadiran dua artis pendatang baru "Duo F" yang menghadirkan guyonan yang dijamin mengocok perut masyarakat pecinta lawak.
Disebut artis karena mereka kini makin terkenal dari sebelumnya karena sensasi yang mereka buat dengan membela SN secara total dan konstan. Kan artis dikenal karena sensasinya, jadi mereka juga termasuk artis.
Kedua, disebut artis karena profesi mereka untuk menghibur masyarakat, sama dengan duo F yang menghadirkan guyonan lucu yang digaransi pasti menghibur masyarakat.
Duo F memiliki karakter yang berbeda dalam menghibur pemirsa. Jika F pertama sedikit OON dengan joke-joke yang diluar konteks, gagal paham, dan sejenisnya, maka F yang kedua gaya lawaknya sedikit serius, banyak tuntutan namun tetap lucu.
F yang pertama jelas masih hijau, sedikit lugu, dan ga nyambung jika diajak ngobrol, namun disitulah letak keluacuannya.
F yang kedua, sedikit spartan, berapi-api, menggebu-gebu, dan selalu sinis. "Ngapai bukti rekaman yang isinya hanya sekedar percakapan biasa mau dijadikan barang bukti untuk menuntut seseorang (SN)". Itu hanya percakapan biasa, hanya guyonan diantara pejabat dan pengusaha.
Ini peringatan buat Duo F, jika kalian menggung di Sulawesi, saya akan bunuh kalian jika ada kesempatan.Â
wahhh ini ancaman, tindakan pidana, saya bisa ditangkap polisi, emang betul ini ancaman, berbahaya, hehehe. Namun jika menggunakan cara berpikir F yang kedua ini bukan ancaman, saya sekedar bercanda. Apa iya guyonan saya di Kompasiana dapat dijadikan bukti untuk menuntut saya. Buat Duo F, ga usah takut itu bukan ancaman sekedar analogi dan pembanding, hehehe
Selanjutnya entah ini hanya perasaan saya atau mungkin juga dirasakan oleh banyak orang. Jika cara berpikir anggota dewan makin subjektif dan relatif dalam memandang berbagai persoalan. Semuanya benar jika menggunakan persepsi pribadi.
Heran, kok bisa negara berada di bawah kontrol orang-orang seperti ini.