Selanjutnya mari kita melangkah pada dimensi selanjutnya. Kasus papa minta pulsa ternyata juga harus dibayar mahal oleh pihak-pihak berkepentingan, khususnya partai dan anggota partai yang terlibat. Papa minta pulsa telah menghancurkan tatanan politik yang baru satu tahun sebelumnya terbentuk. Jelasnya KMP dan Prabowo tinggal kenangan. Saat ini yang berdiri di belakang SN hanya Fadli Zon (Gerindra), dan Fahri Hamzah (PKS). Golkar sendiri sepertinya sudah dapat menebak hasil akhirnya dan mmengambil sikap untuk tidak bertaruh dan tidak mengorbankan partai.
Hal ini dapat dilihat dari pernyataan Ketua Umum Golkar (versi Munas Bali, afiliasi SN). Abu Rizal Bakri sudah menyatakan menyerahkan permasalahannya pada MKD. Sebuah langkah yang cukup bijak, mirip dengan apa yang dilakukan Surya Paloh, "melepas kader" untuk melindungi kepentingan yang lebih besar/ elektabilitas partai.
SN secara kontrofersial menduduki jabatan ketua DPR karena dukungan KMP yang penggerak utamanya adalah Golkar, Gerindra, Demokrat, PAN, dan PKS, dkk. Walaupun tidak mewakili sikap paratai namun kader Demokrat dan PAN telah meninggalkan SN.
Selain menimbulkan kekacauan, juga mahal, sebab saat ini Golkar sedang bersiap-siap untuk melaporkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said ke polisi dengan tuduhan pencemaran nama baik. Di sisi lain Sudirman Said tentu sudah melakukan perhitungan yang matang sebelum melaporkan kasus pencatutan nama Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
Banyak pengamat meyakini pelaporan kasus papa minta saham sudah mendapatkan dukungan dari partai politik pendukung pemerintah. Tidak ada dukungan gratis, tidak ada lobi yang tidak memerlukan dana.
Benar-benar sebuah perjuangan dan pertaruhan yang sangat mahal dan destruktif.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H