Mohon tunggu...
‎ ‎ ‎ ‎ ‎ ‎ ‎ ‎ ‎ ‎
‎ ‎ ‎ ‎ ‎ ‎ ‎ ‎ ‎ ‎ Mohon Tunggu... Mahasiswa - ‎ ‎ ‎ ‎ ‎ ‎ ‎ ‎ ‎ ‎

‎ ‎ ‎ ‎ ‎ ‎ ‎ ‎ ‎ ‎

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kokpit Canggih J-20 China Bikin AS Khawatir: Bagaimana Hukum Internasional Mengatur Teknologi Militer yang Mengubah Permainan?

1 Februari 2025   02:07 Diperbarui: 1 Februari 2025   02:07 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kokpit J-20 China bikin AS khawatir masa depan F-35 

Bocoran foto kokpit jet tempur siluman J-20 China mengungkap penggunaan layar multifungsi lebar yang terintegrasi dengan sistem kecerdasan buatan (AI), dirancang untuk meningkatkan situational awareness pilot dan efisiensi kontrol senjata. Teknologi ini termasuk dalam kategori dual-use technology (teknologi yang dapat digunakan untuk tujuan sipil dan militer), yang diatur dalam Pasal 2(1) Peraturan Dewan Uni Eropa No. 428/2009 dan tunduk pada pembatasan ekspor berdasarkan Wassenaar Arrangement on Export Controls for Conventional Arms and Dual-Use Goods and Technologies. Selain itu, J-20 dilengkapi dengan mesin WS-15 yang meningkatkan kinerja manuver dan kecepatan, meskipun pengembangannya berpotensi melanggar Pasal 7 Undang-Undang Ekspor Senjata Internasional AS (Arms Export Control Act, AECA), yang membatasi transfer teknologi pertahanan ke China. Desain aerodinamis dan material komposit canggih pada J-20 juga mengurangi radar cross-section (RCS), namun penggunaan teknologi ini dapat melibatkan pelanggaran hak paten internasional, sebagaimana diatur dalam Pasal 28 Perjanjian TRIPS (Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights). Sistem persenjataannya, termasuk radar Active Electronically Scanned Array (AESA) dan penargetan elektro-optik/inframerah, memungkinkan deteksi dan penargetan musuh dengan presisi tinggi, meskipun penggunaannya dalam operasi militer harus mematuhi Protokol I Konvensi Jenewa 1977, yang melarang senjata yang menyebabkan penderitaan berlebihan atau kerusakan lingkungan.

J-20, jet tempur China, terlibat dalam pelanggaran Zona Identifikasi Pertahanan Udara (ADIZ) Taiwan, yang merupakan wilayah sengketa antara China dan Taiwan, tindakan provokatif yang melanggar Pasal 2(4) Piagam PBB yang melarang penggunaan kekuatan atau ancaman kekuatan terhadap integritas teritorial negara lain. Selain itu, operasi militer J-20 dalam grey zone warfare, operasi militer tanpa konfrontasi langsung, dapat dianggap sebagai pelanggaran Prinsip-Prinsip Hukum Internasional yang diakui oleh Piagam PBB, terutama jika bertujuan untuk memprovokasi atau mengintimidasi negara lain. Pengembangan J-20 juga melibatkan transfer teknologi yang mungkin melanggar sanksi internasional terhadap China, seperti diatur dalam Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 2231 yang membatasi transfer teknologi militer ke Iran, namun dapat dijadikan preseden untuk kasus serupa.

Kokpit jet tempur J-20 dirancang dengan memperhatikan aspek ergonomi dan fisiologi manusia, menawarkan antarmuka yang ramah pengguna serta sistem kecerdasan buatan (AI) yang bertujuan mengurangi beban kognitif pilot dan meningkatkan efisiensi operasional. Dari sudut pandang hukum, desain ini harus mematuhi standar keselamatan dan ergonomi yang diatur dalam Konvensi Chicago 1944 tentang Penerbangan Sipil Internasional, yang menjadi acuan global dalam memastikan keselamatan dan kenyamanan dalam desain pesawat, baik untuk tujuan militer maupun sipil.

Kekhawatiran Amerika Serikat (AS) terhadap kemampuan jet tempur siluman J-20 China tidak hanya berfokus pada keunggulan teknisnya, tetapi juga pada implikasi hukum dan strategis yang mendalam. Pengembangan J-20 berpotensi melibatkan pelanggaran hukum internasional, seperti transfer teknologi ilegal, pelanggaran di wilayah identifikasi pertahanan udara (ADIZ), serta penggunaan teknologi dual-use yang belum diatur secara memadai. Untuk mempertahankan dominasi udara, AS dan sekutunya perlu mengambil langkah-langkah hukum dan diplomatis, termasuk memperketat kontrol ekspor teknologi pertahanan dan meningkatkan kerja sama dengan organisasi internasional seperti NATO dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Langkah ini diharapkan dapat menciptakan keseimbangan kekuatan global yang lebih stabil.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun