Indonesia telah menyatakan minatnya untuk membeli minyak dari Rusia, meskipun ada ancaman tarif 100% yang dikenakan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, terhadap negara-negara anggota BRICS yang berusaha melemahkan dolar AS. Sebagai anggota baru BRICS, Indonesia melihat ini sebagai kesempatan untuk memperkuat kerja sama ekonomi dengan negara-negara anggota lainnya, terutama dalam hal memperoleh minyak dengan harga lebih kompetitif. Keputusan ini sejalan dengan strategi Indonesia untuk meningkatkan kemandirian energi dan mengurangi ketergantungan pada sumber daya dari negara-negara Barat.
Dalam konteks hukum nasional, Indonesia memiliki kebebasan untuk menetapkan kebijakan energi yang mencakup sumber impor minyak. Tidak ada peraturan domestik yang melarang impor minyak dari negara tertentu, selama transaksi tersebut mematuhi peraturan yang berlaku, seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Pasal 5 ayat (1) undang-undang ini menyatakan bahwa "Pemerintah menetapkan kebijakan pengelolaan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi," yang memberikan wewenang kepada pemerintah untuk mengatur sumber dan mekanisme impor energi sesuai dengan kepentingan nasional.
Dalam konteks internasional, pembelian minyak oleh Indonesia dari Rusia harus mempertimbangkan rezim sanksi yang diterapkan oleh negara-negara Barat terhadap Rusia akibat konflik geopolitik. Walaupun Indonesia tidak terikat oleh sanksi sepihak yang diberlakukan oleh Amerika Serikat atau Uni Eropa, dampak ekstrateritorial dari sanksi tersebut tetap harus diperhatikan. Penggunaan sistem keuangan internasional yang didominasi oleh dolar AS dapat menimbulkan risiko bagi entitas yang bertransaksi dengan pihak yang dikenai sanksi. Namun, Indonesia hanya akan mematuhi sanksi internasional yang diamanatkan oleh Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia, Teuku Faizasyah, menyatakan bahwa "Indonesia tidak pernah mengikuti ajakan sanksi yang diberlakukan unilateral oleh pihak tertentu."
Keputusan Indonesia untuk membeli minyak dari Rusia dapat menimbulkan risiko geopolitik dan diplomatik. Amerika Serikat dan Uni Eropa mungkin menganggap langkah ini sebagai bentuk dukungan terhadap Rusia, yang dapat mempengaruhi hubungan diplomatik dan kerja sama ekonomi Indonesia dengan negara-negara Barat. Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), menyatakan bahwa "jika Indonesia membeli minyak dari Rusia, bisa saja AS dan Eropa menganggap RI mendukung negara beribu kota Moskow itu."
Indonesia memiliki hak untuk membeli minyak dari Rusia selama mematuhi peraturan nasional dan internasional yang berlaku. Namun, keputusan ini harus mempertimbangkan risiko geopolitik dan diplomatik, khususnya terkait sanksi yang diterapkan negara-negara Barat terhadap Rusia. Konsultasi dengan pemangku kepentingan internasional sangat diperlukan untuk memastikan bahwa keputusan ini sesuai dengan kepentingan nasional Indonesia dan tidak menimbulkan konsekuensi negatif yang signifikan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI