Mohon tunggu...
‎ ‎ ‎ ‎ ‎ ‎ ‎ ‎ ‎ ‎
‎ ‎ ‎ ‎ ‎ ‎ ‎ ‎ ‎ ‎ Mohon Tunggu... Mahasiswa - ‎ ‎ ‎ ‎ ‎ ‎ ‎ ‎ ‎ ‎

我们虽然不是第一个,但我们的创新比你厉害多了!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Korupsi Militer, Perang Bayangan, dan Strategi Xi Jinping

7 Desember 2024   15:00 Diperbarui: 7 Desember 2024   15:55 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Xi Jinping (Source: @Politiko_Ph)

Sejak mengambil posisi sebagai pemimpin Tiongkok pada 2012, Presiden Xi Jinping telah menjadi tokoh kunci dalam kampanye antikorupsi yang melibatkan tidak hanya sektor sipil, tetapi juga tubuh militer, terutama Tentara Pembebasan Rakyat (PLA). Kampanye ini bertujuan untuk memperkuat efisiensi dan integritas lembaga militer di tengah situasi geopolitik yang semakin kompleks, dengan fokus pada ketegangan yang meningkat di wilayah Indo-Pasifik, khususnya di Selat Taiwan dan Laut Cina Selatan. Pada Desember 2024, Xi kembali menegaskan pentingnya pemberantasan korupsi dalam tubuh PLA, dengan menekankan penguatan disciplinary compliance dan peningkatan kemampuan militer Tiongkok untuk menghadapi ancaman, baik dalam operasi siber, ruang angkasa, maupun teknologi informasi. Instruksi ini memiliki dampak strategis yang lebih luas, memperkuat kesiapan Tiongkok dalam menghadapi tantangan militer global dan memastikan kesiapsiagaan PLA dalam menjaga stabilitas negara.

Kampanye antikorupsi yang digerakkan oleh Presiden Xi Jinping di Tiongkok didasarkan pada kerangka hukum domestik yang mencakup berbagai peraturan, seperti Undang-Undang Antikorupsi Tiongkok (Anti-Unfair Competition Law of the People's Republic of China), yang mencakup langkah-langkah preventif serta hukuman bagi individu atau entitas yang terlibat dalam tindakan korupsi. Selain itu, Pasal 13 dan Pasal 15 Hukum Kriminal Tiongkok (Criminal Law of the PRC) menetapkan sanksi pidana bagi pejabat publik atau militer yang menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi. Revisi Peraturan Disiplin Tentara Pembebasan Rakyat (2021) juga menambah pengawasan ketat terhadap perilaku pejabat militer, sementara pada tahun 2023, Komisi Inspeksi Disiplin Pusat mengubah prosedur investigasi untuk memperkuat wewenang pengawas internal PLA dalam mendeteksi dan melaporkan kasus korupsi. Secara internasional, tindakan antikorupsi ini relevan dengan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Melawan Korupsi (UNCAC), yang mewajibkan negara-negara penandatangan untuk menunjuk badan yang bertanggung jawab atas pencegahan korupsi (Pasal 6 UNCAC) serta membentuk unit independen untuk menyelidiki kejahatan korupsi yang melibatkan pejabat publik, termasuk di sektor militer (Pasal 36 UNCAC). Selain itu, pemberantasan korupsi juga berkaitan dengan kesiapan militer yang diatur dalam Pasal 51 Piagam PBB, yang memberikan hak kepada negara untuk mempertahankan diri, di mana perbaikan dalam disiplin militer dianggap meningkatkan kemampuan Tiongkok dalam melindungi kedaulatan negaranya.

Korupsi dalam sektor militer sering kali berkaitan dengan pengadaan peralatan dan senjata yang tidak sesuai standar, yang dapat berdampak pada aspek teknis dan pelanggaran hukum internasional. Misalnya, dalam hal teknik aerodinamis dan hidrodinamika, praktik korupsi dalam pengadaan jet tempur atau kapal perang dapat menghasilkan peralatan dengan efisiensi rendah, yang bertentangan dengan persyaratan dalam Konvensi Wina 1980 tentang Kontrak Penjualan Barang Internasional. Selain itu, penyimpangan anggaran yang memengaruhi kualitas material dan teknologi dalam sistem propulsi dapat melanggar hukum domestik yang mengatur pengadaan barang militer, sekaligus menimbulkan potensi ancaman terhadap keamanan nasional. Di sisi lain, sistem avionik dan elektronik yang tidak memenuhi standar akibat praktik korupsi berisiko melanggar ketentuan yang ditetapkan oleh Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO), khususnya terkait dengan operasi ruang udara internasional. Praktik semacam ini tidak hanya merusak integritas sistem militer, tetapi juga dapat berkonsekuensi pada pelanggaran hukum yang lebih luas, baik di tingkat domestik maupun internasional.

Tindakan terkait korupsi di sektor militer Tiongkok terjadi dalam konteks ketegangan geopolitik yang tinggi, terutama di Selat Taiwan dan Laut Cina Selatan. Insiden seperti penggunaan meriam air oleh Penjaga Pantai Tiongkok terhadap kapal Filipina mengungkapkan bagaimana korupsi dapat mengganggu efektivitas strategi militer, dengan kemampuan militer yang lemah sering kali dimanfaatkan oleh negara lain untuk menguji batas hukum dan kedaulatan Tiongkok. Hal ini dapat dianalisis melalui Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS), khususnya Pasal 94, yang mewajibkan negara untuk memastikan kapal mereka beroperasi sesuai dengan hukum internasional. Selain itu, Piagam ASEAN dan perjanjian mengenai Zona Damai, Kebebasan, dan Netralitas (ZOPFAN) mengedepankan penyelesaian damai terhadap sengketa yang muncul. Dalam kerangka ini, upaya Presiden Xi Jinping untuk memerangi korupsi militer tidak hanya menjadi langkah domestik, tetapi juga bagian dari strategi Tiongkok untuk memperkuat posisinya dalam hubungan internasional. Dengan memperbaiki disiplin dan keandalan militer, Tiongkok berusaha mengonsolidasikan kekuatan strategisnya di kawasan yang penuh tantangan hukum dan geopolitik, menegaskan pentingnya supremasi hukum dalam pengelolaan sektor pertahanan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun