Dalam sebuah langkah strategis yang berani, Iran telah mengamankan lisensi dari Rusia untuk memproduksi secara mandiri jet tempur canggih jenis Sukhoi Su-30 dan Sukhoi Su-35. Keputusan ini menandai babak baru dalam industri pertahanan Iran, di mana negara ini kini mampu memproduksi sendiri salah satu jenis pesawat tempur paling modern di dunia.
Dengan demikian, Iran tidak hanya memperkuat kapabilitas militernya, tetapi juga menegaskan kemandiriannya dalam bidang teknologi tinggi, khususnya di tengah berbagai tantangan geopolitik yang dihadapinya. Langkah ini juga dapat dipandang sebagai upaya Iran untuk mengurangi ketergantungan pada impor senjata dan memperkuat posisi tawarnya dalam dinamika politik regional.
Transfer teknologi militer, khususnya dalam konteks penjualan lisensi produksi pesawat tempur antara Iran dan Rusia, telah memicu perdebatan kompleks di ranah hukum internasional.
Meskipun secara formal tidak melanggar embargo senjata internasional, transaksi ini berada dalam bayang-bayang rezim sanksi yang ketat, terutama yang diimbasikan oleh Amerika Serikat. Resolusi Dewan Keamanan PBB 2231 yang terkait dengan kesepakatan nuklir Iran (JCPOA) telah memberikan batasan yang signifikan terhadap penjualan senjata ke Iran. Namun, dengan berakhirnya embargo senjata pada Oktober 2020, ruang gerak bagi Iran untuk mengakuisisi teknologi militer semakin terbuka.
Di sisi lain, Amerika Serikat, melalui CAATSA, mengancam akan menjatuhkan sanksi sekunder kepada negara-negara yang melakukan kerjasama militer dengan Iran, termasuk Rusia. Dengan demikian, transfer teknologi ini tidak hanya melibatkan aspek teknis, tetapi juga menjadi arena pertarungan geopolitik yang kompleks, di mana hukum internasional, kepentingan nasional, dan tekanan ekonomi saling berinteraksi.
Pengadaan pesawat tempur Sukhoi Su-30 dan Su-35 oleh Iran bukan sekadar transaksi militer biasa. Kedua jenis pesawat ini merupakan jet tempur multiperan canggih yang dilengkapi dengan teknologi mutakhir seperti radar Irbis-E yang mampu mendeteksi target dari jarak jauh. Dengan kemampuan manuver yang superior dan jangkauan yang luas, pesawat-pesawat ini akan menjadi tulang punggung kekuatan udara Iran. Lebih dari itu, produksi pesawat-pesawat ini di dalam negeri akan memberikan lonjakan signifikan bagi industri pertahanan Iran.
Langkah ini tidak hanya memperkuat kemandirian militer Iran, tetapi juga membuka peluang bagi Iran untuk mengembangkan teknologi kedirgantaraan yang lebih canggih di masa depan. Dengan demikian, Iran tidak hanya memperoleh alat perang yang modern, tetapi juga investasi jangka panjang dalam pengembangan kapabilitas industri dan teknologi.
Kemitraan antara Rusia dan Iran semakin menguat dengan kesepakatan produksi pesawat tempur Sukhoi Su-30 dan Su-35 di Iran. Langkah ini bukan hanya sekadar transaksi bisnis, tetapi juga sebuah pernyataan politik yang menegaskan kembali aliansi strategis kedua negara di tengah tekanan dari Barat. Dengan Su-35, Iran tidak hanya memperoleh pesawat tempur canggih yang mampu menandingi kekuatan udara negara-negara tetangga seperti Israel dan Arab Saudi, tetapi juga memperkuat posisinya sebagai kekuatan regional.
Kemampuan memproduksi pesawat tempur sendiri juga akan mengurangi ketergantungan Iran pada negara lain dan memberikannya keunggulan strategis di kawasan Teluk Persia, sebuah wilayah yang sangat penting bagi stabilitas energi dunia. Dengan demikian, kerjasama militer ini telah mengubah lanskap geopolitik di Timur Tengah secara signifikan.
Kesepakatan produksi pesawat tempur Sukhoi Su-30 dan Su-35 di Iran membawa sejumlah tantangan baru. Salah satu pertanyaan krusial adalah apakah Iran diizinkan untuk mengekspor pesawat-pesawat ini ke negara lain. Jika Iran melakukan ekspor tanpa izin Rusia, hal ini dapat melanggar perjanjian lisensi produksi.