Serangan Su-57 Rusia terhadap sistem pertahanan udara MIM-23 HAWK Ukraina di Odessa pada Oktober 2024 merupakan bagian dari eskalasi konflik antara Rusia dan Ukraina. Berdasarkan laporan sumber pertahanan Rusia, Su-57, jet tempur siluman generasi kelima Rusia, terlibat dalam penghancuran setidaknya dua peluncur MIM-23 HAWK dan sebuah pos komando PCP AN/MSW-9 milik Ukraina. Operasi ini menunjukkan kemampuan Su-57 dalam menjalankan misi serangan presisi terhadap sistem pertahanan udara yang meskipun tergolong usang, tetap berperan penting dalam perlindungan wilayah Ukraina, khususnya Odessa.
Serangan ini menargetkan sistem MIM-23 HAWK, sistem pertahanan udara buatan Amerika Serikat yang pertama kali diperkenalkan pada 1960-an dan terus diperbarui. Varian yang digunakan oleh Ukraina dirancang untuk melawan ancaman udara seperti pesawat tempur, helikopter, dan rudal balistik, dengan jangkauan maksimum sekitar 40 km dan ketinggian operasi hingga 18 km. Dalam konteks hukum, serangan ini berkaitan dengan penggunaan bantuan militer oleh pihak ketiga dalam konflik bersenjata, melibatkan pertimbangan hukum internasional dan hak negara untuk mempertahankan kedaulatannya.
Dalam perspektif hukum internasional, penggunaan sistem MIM-23 HAWK oleh Ukraina yang dipasok oleh Amerika Serikat dan Spanyol dapat dianggap sebagai bentuk bantuan militer kepada negara yang sedang berperang. Pasal 51 Piagam PBB mengatur hak negara untuk mempertahankan diri, baik secara individu maupun kolektif, dari agresi bersenjata. Bantuan ini diberikan untuk membantu Ukraina mempertahankan wilayah udaranya dari serangan Rusia, sehingga pasokan dan penggunaan sistem pertahanan seperti MIM-23 HAWK memiliki justifikasi dalam kerangka hak pertahanan diri. Lebih lanjut, menurut Hukum Humaniter Internasional, khususnya Konvensi Jenewa dan Protokol Tambahan I yang melindungi korban dalam konflik bersenjata internasional, serangan terhadap instalasi militer sah selama sesuai dengan prinsip proporsionalitas dan pembedaan antara target militer dan sipil. Dalam kasus ini, serangan Rusia terhadap baterai pertahanan udara Ukraina, jika benar-benar diarahkan pada target militer, dapat dianggap legal di bawah hukum perang. Namun, jika terdapat korban sipil atau kerusakan infrastruktur sipil akibat serangan tersebut, hal ini bisa melanggar Prinsip Proporsionalitas dalam hukum humaniter, di mana serangan harus mempertimbangkan dampak terhadap populasi sipil dan kerusakan yang tidak seimbang dengan keuntungan militer yang diharapkan.
Penggunaan Su-57 dalam operasi ini memperlihatkan kemampuan Rusia untuk menerapkan teknologi canggih dalam konflik yang didukung oleh negara-negara NATO untuk Ukraina. Penghancuran sistem HAWK buatan Amerika Serikat mengungkap tantangan yang dihadapi Ukraina dalam mempertahankan efektivitas pertahanan udara, terutama dengan keterbatasan akses pada sistem pertahanan yang lebih modern. Keberhasilan Su-57 menghancurkan sistem pertahanan udara Ukraina menunjukkan bahwa Rusia masih mampu mendominasi udara di wilayah sengketa, meskipun ada dukungan militer dari negara-negara Barat.
. Konsekuensi Hukum bagi Negara Pemasok Senjata
Dalam aspek hukum, negara-negara yang terlibat dalam pemasokan senjata, seperti Amerika Serikat dan Spanyol, harus mematuhi Traktat Perdagangan Senjata (Arms Trade Treaty), yang mengatur perdagangan internasional senjata konvensional. Traktat ini mewajibkan negara-negara pemasok untuk memastikan bahwa senjata yang mereka transfer tidak akan digunakan untuk melakukan pelanggaran hak asasi manusia atau melanggar hukum humaniter internasional. Berdasarkan hal ini, pemasokan sistem MIM-23 HAWK ke Ukraina harus melalui evaluasi menyeluruh oleh negara pemasok untuk memastikan penggunaannya sesuai dengan hukum internasional.
Aspek lain yang perlu diperhatikan adalah potensi keterlibatan serangan siber dalam operasi ini. Mengingat Su-57 adalah pesawat tempur generasi kelima yang dilengkapi dengan teknologi canggih, termasuk kemampuan perang elektronik, serangan ini mungkin melibatkan gangguan terhadap sistem komunikasi dan radar Ukraina. Dalam hukum perang siber, tindakan ini dianggap sah selama ditargetkan pada instalasi militer tetapi bisa melanggar hukum jika mempengaruhi infrastruktur sipil kritis. Tallinn Manual 2.0 memberikan panduan tentang penerapan hukum internasional dalam konflik siber. Dalam kesimpulan, serangan Su-57 Rusia terhadap sistem pertahanan udara MIM-23 HAWK Ukraina di Odessa dapat dibenarkan secara hukum di bawah hak Rusia untuk melakukan operasi militer dalam konflik bersenjata, selama mematuhi prinsip-prinsip hukum humaniter internasional seperti proporsionalitas dan pembedaan. Pemasokan senjata dari Amerika Serikat dan Spanyol ke Ukraina juga memiliki dasar hukum dalam hak pertahanan kolektif berdasarkan Pasal 51 Piagam PBB, dengan kewajiban memastikan senjata yang dipasok tidak digunakan untuk tujuan yang melanggar hukum humaniter.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H