Laporan mengenai keterlibatan jet tempur Su-57 Rusia dalam serangan di Ukraina, meskipun sering diragukan, menandai fase penting dalam penilaian kemampuan tempur pesawat ini. Su-57, yang diklaim sebagai jet tempur generasi kelima dengan teknologi siluman, telah lama diragukan efektivitasnya oleh para ahli Barat.Â
Namun, pernyataan dari pejabat Angkatan Udara Ukraina yang menyebutkan lebih dari 40 serangan yang dilakukan oleh Su-57 dalam beberapa bulan terakhir menunjukkan bahwa Rusia mungkin telah meningkatkan penggunaan jet ini di medan perang Ukraina, terutama dalam serangan rudal jarak jauh.
Dari sudut pandang hukum internasional, analisis penggunaan Su-57 dalam serangan di Ukraina harus mempertimbangkan prinsip jus ad bellum dan jus in bello. Pertama, prinsip jus ad bellum yang diatur dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), khususnya Pasal 2 ayat (4), menyatakan bahwa semua anggota harus menghindari ancaman atau penggunaan kekerasan terhadap integritas wilayah atau kemerdekaan politik negara lain, atau tindakan lain yang tidak sesuai dengan tujuan PBB. Invasi Rusia ke Ukraina yang dimulai pada Februari 2022 umumnya dianggap melanggar pasal ini, karena tidak ada serangan provokatif dari pihak Ukraina yang dapat membenarkan respons militer berupa invasi.
Dalam konteks jus in bello, penggunaan Su-57 untuk meluncurkan rudal jelajah Kh-69 yang dirancang untuk menghancurkan target terlindungi di jarak jauh harus dievaluasi berdasarkan prinsip proportionality dan distinction yang merupakan pilar Hukum Humaniter Internasional (HHI), sebagaimana diatur dalam Protokol Tambahan I pada Konvensi Jenewa 1949. Pasal 48 Protokol Tambahan I menyatakan bahwa pihak-pihak dalam konflik harus membedakan antara kombatan dan penduduk sipil serta antara sasaran militer dan objek sipil. Ini menunjukkan bahwa setiap penggunaan kekuatan militer, termasuk dengan Su-57, harus dibatasi hanya pada target militer yang sah dan tidak boleh menyebabkan kerugian yang tidak proporsional terhadap penduduk sipil.
Laporan mengenai penggunaan Su-57 untuk meluncurkan rudal jelajah, termasuk Kh-69, dari luar wilayah udara Ukraina menimbulkan pertanyaan tentang rules of engagement (ROE) dan yurisdiksi wilayah udara internasional. Rusia tampaknya mematuhi batasan operasional untuk mengurangi risiko kerugian pesawat tempurnya dengan mengoperasikan Su-57 dari dalam wilayahnya. Namun, hukum udara internasional yang diatur oleh Konvensi Chicago 1944, khususnya Pasal 1, menyatakan bahwa negara-negara berdaulat memiliki kedaulatan penuh dan eksklusif di wilayah udara mereka masing-masing. Ini memperjelas bahwa penembakan rudal dari pesawat tempur, meskipun dilakukan dari luar wilayah udara Ukraina, dapat tetap menjadi pelanggaran jika terbukti menyerang target sipil atau non-militer yang dilindungi.
Kritik terhadap kemampuan produksi Su-57, termasuk laporan bahwa batch terbaru hanya terdiri dari dua atau tiga jet tempur, mencerminkan masalah kapasitas industri militer Rusia, khususnya United Aircraft Corporation (UAC). Secara hukum, ketidakmampuan untuk memproduksi secara massal dan konsisten dapat dianggap sebagai pelanggaran kontrak atau standar internasional dalam produksi alat tempur, terutama jika Su-57 dipasarkan ke negara lain.Â
Pasal 9 dari Konvensi PBB tentang Kontrak untuk Penjualan Barang Internasional (CISG) mengharuskan produsen mematuhi standar yang disepakati dalam spesifikasi kontrak, dan kegagalan untuk melakukannya dapat memicu konsekuensi hukum di bawah aturan perdagangan internasional.
Penggunaan Su-57 dalam konflik ini mencerminkan kompleksitas strategi udara Rusia dan implikasi hukum internasional. Walaupun klaim keberhasilan Su-57 di medan perang mungkin merupakan bagian dari propaganda, setiap aksi militer harus dievaluasi dalam kerangka hukum humaniter dan hukum udara internasional.Â
Selain itu, penting untuk memperhatikan regulasi terkait perdagangan senjata dan produksi alat tempur. Penggunaan Su-57 dan rudal Kh-69 harus diukur secara proporsional dan sesuai dengan norma-norma hukum internasional untuk memastikan Rusia mematuhi kewajiban hukumnya di panggung internasional.