Saat ini, TNI AL (Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut) masih menghadapi berbagai kelemahan strategis dan keterbatasan signifikan dalam alutsista. Walaupun telah ada upaya modernisasi pada beberapa aset, masih terdapat kesenjangan antara kebutuhan operasional di lapangan dan kemampuan alutsista yang tersedia. Untuk memahami situasi ini dari perspektif hukum dan strategi pertahanan, penting untuk merujuk pada berbagai undang-undang yang mengatur pertahanan Indonesia, khususnya Undang-Undang No. 34 Tahun 2004 tentang TNI dan Undang-Undang No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
TNI AL (Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut) masih menghadapi tantangan signifikan terkait dengan jumlah kapal perang yang belum memadai untuk menghadapi ancaman maritim yang terus meningkat, terutama di wilayah Laut Natuna Utara dan Selat Malaka. Pasal 11 ayat (1) UU No. 34 Tahun 2004 menyatakan bahwa tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan melindungi segenap bangsa Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. Untuk menjalankan tugas ini, diperlukan kekuatan laut yang kuat. Namun, dengan wilayah perairan yang luas seperti Indonesia, jumlah kapal perang utama seperti fregat, korvet, kapal selam, dan destroyer masih sangat terbatas. Dengan panjang garis pantai sekitar 99.000 kilometer, Indonesia memerlukan setidaknya 10 hingga 12 kapal selam untuk memastikan kontrol laut, tetapi saat ini TNI AL hanya memiliki 4 kapal selam aktif, dengan penambahan kapal yang berjalan lambat.
TNI AL sangat membutuhkan kapal induk helikopter (Landing Helicopter Dock, LHD), yang saat ini belum dimiliki. Pasal 16 UU No. 3 Tahun 2002 menyatakan bahwa sistem pertahanan negara Indonesia adalah sistem pertahanan semesta yang melibatkan seluruh sumber daya nasional dan dipersiapkan secara dini oleh pemerintah serta diselenggarakan oleh TNI sebagai komponen utama. Dalam konteks ini, LHD merupakan aset penting untuk proyeksi kekuatan, memungkinkan ekspedisi jarak jauh, evakuasi, dan operasi amfibi yang lebih fleksibel. Dengan adanya LHD, Indonesia dapat meningkatkan kesiapan operasional di perbatasan pulau-pulau terluar dan menghadapi tantangan keamanan non-tradisional seperti bencana alam dan operasi kemanusiaan. Selain itu, sistem pertahanan anti-udara yang terpadu di atas kapal juga sangat diperlukan, mengingat perkembangan teknologi drone, rudal jelajah, dan pesawat tempur di kawasan Asia Pasifik yang terus meningkat. Saat ini, kapal-kapal perang TNI AL belum memiliki sistem ini secara memadai.
Pasal 4 UU No. 3 Tahun 2002 menyatakan bahwa pertahanan negara harus mampu menghadapi ancaman militer dan non-militer. Hal ini menekankan pentingnya sistem pertahanan Indonesia yang dapat menangani berbagai jenis ancaman. Oleh karena itu, keberadaan kapal induk helikopter (LHD) dan kapal dengan sistem pertahanan anti-udara yang modern menjadi sangat mendesak. Dengan adanya alutsista ini, TNI AL dapat berfungsi secara optimal dalam menghadapi ancaman militer dari negara lain serta potensi konflik di kawasan, seperti di Laut China Selatan.
Untuk memenuhi kebutuhan alutsista yang belum dimiliki, peningkatan anggaran pertahanan yang signifikan sangat diperlukan. Pasal 31 ayat (3) UU No. 34 Tahun 2004 menyatakan bahwa pemerintah dan DPR menetapkan besarnya anggaran pertahanan negara untuk mendukung kekuatan pokok minimum TNI secara bertahap. Namun, proses modernisasi sering terhambat oleh keterbatasan anggaran dan birokrasi yang panjang dalam pengadaan alutsista. Dalam kerangka Minimum Essential Force (MEF) yang direncanakan hingga 2024, Indonesia masih menghadapi tantangan untuk mencapai standar kekuatan yang ideal, terutama dalam hal kapal perang permukaan, kapal selam, dan platform serangan jarak jauh.
Kesimpulannya, TNI AL masih menghadapi tantangan signifikan dalam hal kapasitas proyeksi kekuatan, jumlah alutsista, dan kemampuan pertahanan udara di kapal perang. Untuk mengatasi kelemahan ini, diperlukan investasi besar dalam alutsista modern seperti Landing Helicopter Dock (LHD) dan sistem pertahanan udara terintegrasi, yang saat ini belum dimiliki. Dengan modernisasi yang komprehensif sesuai dengan Undang-Undang Pertahanan Negara dan Undang-Undang TNI, Indonesia dapat memperkuat posisi strategisnya dalam menjaga kedaulatan dan mengamankan perairan nasional dari ancaman eksternal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H