Mohon tunggu...
Pena Aksi
Pena Aksi Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa ,Pembelajar,Membudayakan membaca diskusi dan menulis. aktif ngeblog di http://www.penaaksi.com/..KAIZEN!!!

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Lima

5 Juni 2011   01:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:51 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

fajar temui lapang, embun terangkat siang kaki - kaki kecil yang telanjang lari sana lari sini lempar riang tidak ada sedih melintang, sungguh terik mengangkang di atas kepala botak mereka sekedar mengingatkan bila sudah masuk jam kerja pergi mencari beberapa receh koin garuda mencari keadilan yang tak tau seperti apa wujudnya *** asap rokok juga keringat sore berbaur satu segala letih pun keluh merengek belagu sehari penuh kejar setoran, begitu sopir angkutan mengadu sehari utuh nunggu dagangan, begitu cerita tukang tahu di kursi penumpang belakang sekumpulan ibu - ibu sibuk diskusi bisik bisik soal pertarungan sengit minyak versus telor yang terus terusan makan hati juga tentang biaya sekolah yang makin hari makin tinggi tak ketinggalan perihal tetangga yang punya hutang sana sini obrolan antar ibu - ibu juga antara sopir angkutan dan tukang tahu, begitulah keluhan keluhan yang dikemas lucu, padahal dalam hati marah - marah nun jauh di gedung ringkih di ibu kota, tidak kalah seru diskusi antar fraksi tentang persentase keuntungan pribadi atau tiket gratis liburan ke luar negeri atau tarif pulsa yang tingginya cekik nadi kemudian, keadilan pelan - pelan menguap dari lubang celana pejabat negeri beriringan dengan makian ibu - ibu hingga tukang tahu tadi berbenturan dengan keadilan yang dipertanyakan bocah - bocah telanjang kaki ya, beginilah ~ *** kelaparan di panasnya surya yang menganga seorang nenek usia senja lantas tergiur dengan mangga yang terjulur manja diambil kemudian olehnya, nenek lupa bahwa mencuri itu dosa nenekpun terjerat dalam bui, tidak punya cukup uang untuk sewa advokat dalam negeri tak sanggup main damai dengan hakim pengadilan tinggi ~ lalu, beralih cerita kerakusan yang masih saja gerogoti nurani tidak tahan sedikit ambil komisi sedikit, cukuplah untuk menyekolahkan anak sampai perguruan tinggi sarjana - sarjana di kota menyebutnya korupsi, masih satu arti dengan mencuri lalu ketauan polisi, lantas tak segan ajukan transaksi esoknya bebas melancong ke luar negeri ~ *** Hey, keadilan. dimana kau? mati di kandang sendiri? ah, cupu sekali. salam, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia http://www.penaaksi.com/

Ikuti PenaAksi[dot]Com di twitter dan gabunglah bersama kami di facebook untuk mendukung gerakan "Saatnya Mahasiswa Menulis"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun