Bayu mengangguk. "Ya, perjalanan ke Baitullah. Dan semoga itu juga menjadi langkah awal menuju kebahagiaan abadi kita di dunia dan akhirat."
Di bawah langit malam Samarinda yang dipenuhi bintang, Bayu dan Marta berjalan pulang, membawa harapan yang kini lebih kuat dari sebelumnya. Di setiap langkah, ada doa yang terucap, mengiringi janji mereka untuk menjalani hari-hari baru yang penuh cinta dan keberkahan.
Beberapa minggu berlalu sejak malam di Menara Asmaul Husna itu. Bayu dan Marta mulai sibuk mempersiapkan keberangkatan mereka untuk menunaikan ibadah haji. Setiap hari diisi dengan belajar manasik, berbelanja perlengkapan, hingga berkunjung ke keluarga untuk meminta doa restu.
Di tengah persiapan itu, ada rasa haru yang terus mengiringi mereka. Marta menyadari, perjalanan haji ini bukan hanya tentang memenuhi rukun Islam, tapi juga perjalanan batin untuk menebus masa lalu. Ada luka yang pernah mereka alami dalam pernikahan salah paham, jarak yang memisahkan, dan kesalahan-kesalahan kecil yang lambat laun membuat mereka menjauh. Namun, cinta mereka tak pernah benar-benar hilang, dan kini semuanya terasa begitu utuh kembali.
"Marta, kamu tahu?" ujar Bayu suatu malam saat mereka duduk di beranda rumah. "Aku merasa seperti laki-laki muda lagi. Aku punya semangat baru, seperti waktu pertama kali kita menikah dulu."
Marta tertawa kecil, menggenggam tangan Bayu. "Aku juga merasakannya, Bayu. Tapi kali ini, aku ingin kita lebih baik. Lebih kuat. Supaya apa pun yang terjadi, kita tetap bersama."
Hari keberangkatan pun tiba. Samarinda masih pagi, dengan embun yang belum sepenuhnya hilang dari dedaunan. Keluarga dan teman-teman datang mengantar ke bandara, membawa doa dan pelukan hangat. Marta memakai kerudung putih sederhana, sementara Bayu mengenakan ihram dengan wajah penuh harap.
Di dalam pesawat, Marta menggenggam tangan Bayu erat. "Aku tidak pernah membayangkan kita akan sampai di titik ini, Bayu. Menyongsong perjalanan suci bersama-sama. Rasanya seperti mimpi."
"Ini bukan mimpi, Marta. Ini adalah jawaban atas doa-doa kita selama ini," jawab Bayu sambil tersenyum.
Sesampainya di Tanah Suci, mereka berdua tak bisa menahan tangis saat melihat Ka'bah untuk pertama kalinya. Marta memegang tangan Bayu, gemetar. "Bayu, lihat... ini begitu indah. Begitu agung. Aku merasa semua dosa-dosa kita seperti dihapuskan di tempat ini."
"Dan di sini, Marta, aku ingin kita memulai segalanya dengan sempurna," Bayu menjawab sambil menatap istrinya. "Aku ingin kita mengulang janji kita. Di hadapan Allah, aku berjanji untuk menjadi suami yang lebih baik, yang selalu mencintaimu dan membimbingmu ke jalan-Nya."
Marta mengangguk, air matanya mengalir tanpa henti. "Aku juga, Bayu. Aku akan menjadi istrimu yang setia, mendampingimu dalam suka dan duka. Kita pulang ke Indonesia nanti bukan hanya sebagai pasangan suami-istri, tapi sebagai hamba Allah yang lebih dekat kepada-Nya."