Ketika Waktu Memutuskan
Desa itu tidaklah lebar. Di batas dengan sawah, ladang dan juga hutan lindung. Di bilang terpencil, bisa jadi. Sepasang Suami istri hidup sangat damai. Zanuar dan Elia. Mereka berasal dari latar belakang yang berbeda, dan awalnya, mereka bahkan tidak saling mengenal. Namun, takdir membawa mereka bersama, dan cinta tumbuh di antara mereka dengan cepat.
Zanuar adalah seorang petani yang tampan dan keras kepala. Dia hidup sederhana, mencintai tanah tempat dia bercocok tanam, dan memiliki senyum yang hangat. Elia, di sisi lain, adalah seorang wanita yang cantik dan penuh semangat. Dia bekerja sebagai guru di sekolah desa, dan cintanya untuk anak-anak membuatnya dicintai oleh semua orang.
Meskipun mereka berasal dari dunia yang berbeda, Zanuar dan Elia menemukan kedekatan yang mendalam. Mereka memahami satu sama lain dengan indah, dan cinta mereka terus berkembang. Setelah beberapa tahun berpacaran, mereka akhirnya memutuskan untuk menikah, meskipun banyak orang meragukan kecocokan mereka. Namun, cinta mereka membuktikan bahwa cinta sejati tidak terbatas oleh latar belakang atau status sosial.
Zanuar dan Elia memiliki satu keinginan bersama: untuk memiliki momongan. Mereka berharap bisa mendengar tawa anak-anak mereka mengisi rumah mereka. Namun, tahun demi tahun berlalu, dan harapan mereka tidak kunjung terwujud. Mereka mencoba berbagai cara, dari pengobatan medis hingga berbagai ritual kepercayaan, tetapi hasilnya selalu sama. Tidak ada anak yang datang ke pelukan mereka.
Namun, ujian terbesar mereka datang ketika Elia tiba-tiba jatuh sakit parah. Setelah menjalani berbagai tes medis, dokter menyatakan bahwa Elia mengidap penyakit kelenjar tiroid yang serius. Zanuar sangat terpukul melihat kondisi istri tercintanya yang semakin memburuk setiap hari. Dia menjalani berbagai pengobatan dan operasi, tetapi penyakit itu terlalu kuat.
Elia berjuang sekuat tenaga, tetapi takdir berkata lain. Ajal menjemputnya, meninggalkan Zanuar sendirian dalam kehampaan yang mendalam. Kematian Elia merobek hati Zanuar, dan dia merasa seperti seorang pria yang telah kehilangan segalanya.
Zanuar hidup sebatang kara di rumah mereka yang sepi. Namun, meskipun cinta sejatinya telah pergi, dia tetap teguh dalam imannya kepada Allah. Dia tahu bahwa hidupnya akan terus berlanjut, dan dia berdoa setiap hari agar kelak bisa menyusul Elia di surga. Meskipun dia merasa kesepian, dia tahu bahwa cinta mereka akan abadi, bahkan jika takdir telah memisahkan mereka di dunia ini.
Zanuar terus bekerja di ladangnya, merawat tanaman dan berdoa di bawah langit biru yang luas. Dia tahu bahwa jika sudah waktunya, mereka akan bersatu kembali di surga, di mana tidak akan ada lagi rasa sakit dan kehilangan. Dan sambil menatap langit, Zanuar merasakan cinta Elia yang selalu bersamanya, menghangatkan hatinya yang kesepian, dan memenuhi hidupnya dengan harapan.
Hari-hari berlalu, dan Zanuar terus menjalani kehidupannya dengan kesederhanaan dan ketabahan. Meskipun cinta sejatinya telah pergi, kenangan indah tentang Elia tetap hidup di dalam hatinya. Dia sering mengingat saat-saat bahagia yang mereka lewati bersama, seperti berjalan-jalan di ladang saat matahari terbenam atau duduk di bawah pohon rindang sambil berbagi cerita.
Zanuar juga tidak pernah lupa untuk menjalani ajaran agama yang telah ditanamkan oleh Elia. Dia terus berdoa dan bersyukur atas semua berkah yang diberikan Allah padanya, termasuk kenangan indah bersama Elia. Meskipun ia merasa kesepian, Zanuar tahu bahwa Allah selalu bersamanya, memberinya kekuatan untuk melanjutkan hidup.
Dalam kesendirian yang kadang-kadang melanda, Zanuar juga menemukan cara untuk memberikan kembali kepada masyarakatnya. Dia mulai menjadi mentor bagi anak-anak desa dalam bidang pertanian, mengajarkan mereka cara merawat tanaman dan menjaga kebun. Ini adalah cara baginya untuk membagikan pengetahuan dan keterampilan yang dulu Elia dan dia cita-citakan untuk diberikan kepada anak-anak mereka.
Kehidupan Zanuar mungkin berubah secara drastis setelah kepergian Elia, tetapi cintanya terhadap istrinya tetap tidak berubah. Dia tahu bahwa jika sudah waktunya, mereka akan bersatu kembali di akhirat, dan tidak ada lagi rasa sakit atau kehilangan. Hingga saat itu tiba, Zanuar akan terus menjalani hidupnya dengan penuh harapan, kesederhanaan, dan ketakwaan kepada Allah.