“andai bersin bisa keluar bensin”
Celetuk seorang supir pete’-pete’ sesaat setelah sebutir nasi kuning sarapan paginya di warung daeng Tutu menggelitik lubang hidungnya.
Bersin tidak pernah ia rasa begitu perih seperih hari ini. Sebab kemarin malam di televisi, bapak menteri telah mengumumkan bahwa harga bensin harus diganti. Harga yang lama sudah tidak cocok lagi untuk keadaan negeri ini.
“andai bersin bisa keluar bensin”
Celetukannya itu pun lamat-lamat berubah menjadi pengharapan dalam gumaman sembunyi-sembunyi selagi mengemudi, selagi mengantar penumpang sana-sini, sementara tangki bensin sedikit lagi butuh diisi.
Mengemudi tak pernah ia rasa begitu letih seletih hari ini. Sebab hari ini, harga bensin naik tinggi. Dan mahasiswa menutup jalan tak henti-henti, berteriak keras sekali kepada bapak presiden yang mereka sangka tuli.
“andai bersin bisa keluar bensin”
Pengharapan dalam gumaman yang sembunyi-sembunyi itu telah berubah menjadi keyakinan dalam hati, menggeser doa-doa rutin yang kerap ia lafadzkan saat sembahyang di mushollah pinggir terminal setiap kali Tuhan memanggil. Ia tidak tahu, bahwa urusan bensin bukan urusan Tuhan, tapi urusan para petinggi negeri.
Sembahyang tidak pernah ia rasa begitu khusyuk sekhusyuk hari ini. Sebab esok hari, ia akan punya anak istri yang butuh makan nasi, butuh rumah yang layak untuk mereka huni, butuh baju dan celana untuk mereka pakai setiap hari.
“andai bersin bisa keluar bensin, maka aku akan bersin setiap hari demi anak istri”
Keyakinan dalam hati yang menggeser doa-doa rutinnya itu telah sampai ke telinga Tuhan kini.
Dan Tuhan menjawabnya dengan sedikit tertawa, dan banyak mengasihani.
Makassar,
25 Juni 2013
Catatan:
Pete'-pete' : Nama Mobil Angkutan Kota Di Makassar
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H