[caption caption="www.antaranewa.com"][/caption]“Sajak Pertemuan Mahasiswa”
Dan di dalam udara yang panas kita juga bertanya:
Kita ini dididik untuk memihak yang mana? Ilmu ilmu yang diajarkan di sini akan menjadi alat pembebasan, ataukah alat penindasan?
Ws. Rendra
Kenyataan Pendidikan Nasional yang telah dijadikan komoditas dan semakin hari kian masif proses liberalisasinya, harus segera dievaluasi secara menyeluruh agar kehancuran yang mengancam generasi bangsa dapat segera diakhiri. Kapitalisasi pendidikan yang kejam ini benar-benar telah menutup akses rakyat untuk mendapatkan hak-haknya atas pendidikan.
Padahal seharusnya dunia pendidikan lebih mengedepankan semangat nirlaba. Undang-undang Dasar 1945 pasal 31 ayat (1) UUD 1945 sudah sangat jelas mengamanahkan kepada Negara bahwa pendidikan merupakan hak konstitusional bagi setiap warga Negara Indonesia. Bahkan dalam pembukaan UUD 1945 ada amanah dengan kata mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pengurangan biaya pendidikan yang dilakukan oleh pemerintahan Jokowi-JK dengan alasan untuk menyesuaikan anggaran dalam APBN adalah hal yang kurang tepat. Kita semua tahu, sebelum dikurangi saja, pendidikan di negeri tercinta ini masih belum menyentuh semua lapisan masyarakat.
Seperti yang diungkapkan oleh menteri Riset, Teknologi dan pendidikan tinggi Mohammad Nasir, biaya pendidikan dalam APBN 2016 akan dipangkas dengan total hanya Rp. 37 Trilliun sedangkan sebelumnya adalah Rp. 45,5 Trilliun. Riset pada perguruan tinggi, bidik misi akan dikurangi yang semuanyanya itu akan dibebankan kepada mahasiswa sehingga berimbas pada makin mahalnya biaya pendidikan (sumber Rimanews.com).
Ditambah lagi fenomena penonaktifan kampus yang terjadi diakhir tahun kemarin yang mengakibatkan pada tergangungya proses belajar mengajar yang tentunya mahasiswa lah yang menjadi korban.
Dalam Undang-undang Nomor 12 tahun 2012 tentang pendidikan tinggi, Pasal 88 ayat (4) biaya yang ditanggung oleh mahasiswa harus disesuaikan dengan kemampuan ekonomi mahasiswa, orang tua mahasiswa, atau pihak lain yang membiayainya.
Hakekatnya pendidikan adalah untuk semua umat manusia, ia menjadi dasar dari maju atau tidaknya ilmu pengetahuan secara menyeluruh, maka pendidikan dibawah kontrol negara harus memihak pada rakyat.
Van Hoof & Van Wieringen (1986) mengatakan dalam suatu konferensi pendidikan tinggi Eropa, "Jika pemerintah suatu negara tidak secara serius memerhatikan arah dan pengelolaan pendidikan tinggi di negaranya, dapat dipastikan pembangunan ekonomi negara tersebut akan terhambat."
Pendidikan Gratis
Kenapa pendidikan harus digratiskan? Jawabnya adalah bahwa pendidikan sudah menjadi kebutuhan massa rakyat, guna memajukan dan mengetahui apa yang seharusnya rakyat ketahui. Dan pendidikan adalah kebutuhan segenap rakyat Indonesia, pemerintah harus bertanggung jawab menjamin akses pendidikan bagi rakyat tanpa beban biaya. Dan dengan banyaknya siswa yang putus sekolah gara-gara pendidikan mahal sehingga pendidikan sulit dijangkau oleh rakyat.
Pendidikan Ilmiah
Pendidikan bukan hanya gratis saja, tetapi bagaimana pendidikan ini bisa menjadi spirit untuk memajukan kesadaran rakyat, dapat memanusiakan-manusia, pendidikan yang bersentuhan langsung dengan keinginan rakyat seluruhnya. Apa yang dibutuhkan rakyat harus dipelajari dalam ruang pendidikan yang ada. Dan pendidikan sekarang sangat jauh dari realita kehidupan rakyat, menemukan akar persoalan dari kesengsaraan hidup rakyat serta solusi jawaban atas persoalan rakyat.
Pendidikan yang Demokratis
Praktek nilai-nilai demokratis dalam dunia pendidikan sangatlah penting dan dibutuhkan, dimana rakyat sebagai subjek dari pendidikan mempunyai hak untuk juga ikut menentukan proses pendidikan, termasuk kebijakan-kebijakan terkait dengan pendidikan. Seluruh rakyat, tanpa terkecuali! berhak memperoleh pendidikan seluas-luasnya dan setinggi-tingginya tanpa dibeda-bedakan. Bahwa pendidikan harus menjadi alat pembebasan, diabdikan sepenuh-penuhnya bagi rakyat. Pendidikan harus menjadi solusi atas persoalan-persoalan yang terjadi pada rakyat, memajukan budaya kepribadian bangsa menuju Indoensia yang adil, sejahtera, mandiri dan berdaulat.
Konsep inilah yang kemudian membawa pendidikan mampu menjawab persoalan rakyat (membebaskan). Selain itu, adapun beberapa kekhususan yang harus menjadi landasan pelajar, pemuda, mahasiswa, dan kalangan intelektual lainnya untuk terlibat aktif dalam perjuangan rakyat, terutama Rakyat pekerja adalah menyadari bahwa segala persoalan yang muncul disektor pendidikan yang dihadapi oleh rakyat hari ini tidak terlepas dari persoalan pokok rakyat akibat dari sistem ekonomi Neoliberalisme yang dijalankan secara sistematis oleh pemerintah, yang menciptakan pengangguran sebesar-besarnya sebagai cadangan tenaga kerja murah.
Hakekat utama pendidikan adalah membangkitkan kesadaran kritis sebagai prasyarat proses humanisaasi atau memanusiakan manusia. Dengan paparan diatas kita akan teringat pada masa penjajahan belanda dimana kondisi kaum pribumi yang miskin dan melarat tidak dapat mengenyam yang namanya pendidikan, hanya dari kalangan anak priyai yang bisa sekolah karena disamping banyak duit mereka juga dekat dengan pemerintahan hindia belanda pada waktu itu. Dari kalangan pribumi yang melarat kehidupannya, dibiarkan terus-terusan bodoh dan patuh terhadap kemauan pemerintah kolonial hindia belanda, dan menggunakan tenaga mereka secara gratis.
Sajak seonggok jagung di kamar
“Aku bertanya:
Apa gunanya pendidikan bila hanya akan membuat seseorang menjadi asing di tengah kenyataan persoalannya?
Apa gunanya pendidikan bila hanya mendorong seseorang menjadi laying-layang di ibukota kikuk pulang ke daerahnya?
Apa gunanya seseorang belajar filsafat, sastra, teknologi, ilmu kedokteran atau apa saja, ketika pulang ke daerahnya, lalu ia berkata: di sini aku merasa asing dan sepi.
WS. Rendra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H