Mohon tunggu...
pemikir kreatif
pemikir kreatif Mohon Tunggu... -

seorang ayah dengan dua orang anak. tinggal di sebuah kota kecil yang indah di jawa barat. email pemikir.kreatif@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Meminta Tolong

21 Januari 2011   02:09 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:20 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Saya pernah membaca sebuah cerita anak. Cerita tentang seekor tikus kecil yang berusaha memetik buah apel. Sangat berat perjuangan yang dilakukan si tikus kecil untuk mendapatkan sebutir apel. Sementara, ada beberapa binatang lainnya, seperti burung, monyet, gajah, jerapah, dan lainnya yang dengan mudah mendapatkan sebutir apel.

Si tikus berusaha meniru cara para binatang tersebut dalam mendapatkan apel, mulai dari ingin terbang seperti burung, ingin memanjat pohon seperti monyet, memanjangkan hidungnya agar seperti gajah, memanjangkan lehernya agar seperti jerapah dan lain sebagainya. Tapi kegagalan lah yang didapatkannya. Lalu, datanglah seekor anjing laut (atau singa laut?) dan si tikus menceritakan tentang kegagalannya. Si tikus kecil dan anjing laut akhirnya bekerjasama dan akhirnya mendapatkan masing-masing sebutir apel.

Mungkin Anda berpendapat bahwa kisah tersebut mempunyai beberapa pelajaran moral. Memang benar, kisah tersebut mengajarkan kita untuk tidak lekas menyerah dan saling menolong. Tapi ada sesuatu yang mengganjal di dada saya. Mengapa si tikus harus menunggu kegagalan demi kegagalan, dan menunggu ada binatang lain yang membantunya, hanya untuk mendapatkan sebutir apel? Berapa waktu yang terbuang hanya untuk itu?

Mengapa tidak dari awal meminta tolong untuk diambilkan sebutir apel kepada binatang lain yang kebetulan juga memetik apel? Sebuah mitos kemandirian mungkin telah menjangkiti si tikus kecil, yaitu segala hal harus bisa dikerjakan sendiri, dengan menafikkan batas kemampuan yang dimiliki. Tidak semua individu mampu melaksanakan suatu hal. Dalam sebuah komunitas, hal itu wajar. Untuk itu diperlukan sebuah kerjasama, saling melindungi, saling menolong, dan sebuah sikap yang jarang diajarkan, yaitu meminta tolong kepada yang lain.

Meminta tolong bukanlah tanda kelemahan. Meminta tolong adalah sebuah kewajaran di dalam hidup. Menunjukkan bahwa kita memerlukan orang lain, sebagaimana orang lain juga mungkin memerlukan kita. Saya yakin ketika si tikus meminta tolong kepada beberapa binatang tadi, salah satunya atau mungkin semua akan menolong dia. Begitupun kita, ketika meminta tolong kepada orang lain, mungkin sebagian besar dari mereka akan menolong.

Hal ini dikarenakan, pada dasarnya manusia bersifat sosial. Bagaimanapun cuek dan egoisnya seseorang, di dalam hatinya pasti ada keinginan untuk menolong, ketika dimintai tolong oleh orang lain. Dan mungkin ada semacam kegembiraan, karena dia merasa ‘dianggap’. Walaupun, tergantung meminta tolongnya dalam hal apa.

Yang pastinya, meminta tolong adalah salah satu keterampilan yang harus dipelajari dan sebuah kebijaksanaan yang harus dijalankan. Meminta tolong adalah salah satu kecakapan yang harus dimiliki seorang pemimpin. Seorang pemimpin tidak mungkin melaksanakan berbagai macam hal, dia harus mampu mendelegasikan tugas-tugas tersebut kepada anak buahnya.

Pendelegasian adalah meminta tolong dalam arti yang luas. Di dalam dunia modern inilah yang disebut dengan manajemen. Dalam lingkup yang lebih kecil, meminta tolong adalah sebuah upaya untuk bertahan, ketika sebuah batas kemampuan melingkupi kita. Meminta tolong adalah sebuah upaya agar banyak waktu tidak terbuang.

Walaupun begitu, tidak selayaknya semua hal dilakukan dengan meminta tolong orang lain. Kalau seperti itu, berarti kita dikategorikan sebagai orang yang manja, yang hidupnya tergantung dengan orang lain. Meminta tolong adalah sebuah alternatif, terkadang harus dilakukan, terkadang jangan. Orang yang bijaksana adalah orang yang tahu kapan saatnya meminta tolong dan kapan saatnya tidak.

Dari blog saya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun