Mohon tunggu...
Pembuat Tempe
Pembuat Tempe Mohon Tunggu... -

Nothing.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kepada Pak Jokowi: Soal Tata Ruang dan Pemukiman

7 Agustus 2014   19:38 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:09 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1407389812163035305

Pak Presiden Yth, .... (semoga tetap sederhana, jujur, berani, tidak takut dan tidak malu)

Sebenarnya saya pesimis Pak Presiden membaca tulisan-tulisan saya. Soalnya Pak Jokowi pasti lagi sibuk memikirkan kabinet. Mana ada waktu membaca berita, apa lagi cuma opini di Kompasiana. Tapi setidaknya saya telah publish kan harapan dan keinginan saya, sebagai rakyat kecil, rakyat Indonesia. Tidak, tidak, saya tidak ingin jadi menteri, staf ahli atau apapun juga jabatan di lingkungan pemerintahan. Jika motivasi saya seperti itu, pasti saya cantumkan nama asli saya, beserta alamat lengkap, email, dan nomer telepon saya. Biarlah saya tetap anonim. Sama seperti rakyat, anonim.

Oke Pak Presiden? Kita mulai membahas pemukiman dan tataruang. Pak Harto terkenal hobi membuat bendungan dan irigasi. Pak Jokowi pun bertekad, dalam debat capres kemarin, membangun bendungan. Tanpa air, bagaimana bisa bertanam. Puluhan tahun Pak Harto membangun bendungan dan irigasi teknis. Triliunan sudah uang habis untuk itu semua. Sekarang lihatlah Pak, ribuan bahkan jutaan hektar lahan irigasi teknis itu kini jadi perumahan, pabrik, mal dan bahkan kantor pemerintahan. Betapa sia-sianya. Ini semua karena tidak ada tataruang Pak .... atau kalau ada tidak dilaksanakan dengan benar, dilanggar, dipermainkan ... ooh oknum. Pantas kan kalau sekarang kita harus impor beras?

Kabarnya, di Mamarika sono, dulu ada standar untuk membangun kota. Namanya Lois & Clark Plant. CMIIW ya soalnya saya tidak tahu pastinya, yang jelas bukan Superman. Intinya, setiap kota dibagi menjadi 30 blok. Blok nomer 2 dan 29 khusus untuk sekolahan. Nah lo! Saya tidak tahu detilnya, tapi yang jelas blok untuk pemukiman, bisnis, perdagangan, pemerintahan, sarana olahraga dan pertamanan ya harus dibeda-bedakan. Tidak bisa campur baur seperti sekarang ini. Masak samping sekolah kok ada mal, diskotik, karaoke, dan panti pijat. Opo tumon? Habis sekolah, anak-anak kalau tidak jajan ya menjajakan diri to? Habis itu nyalahin akhlak.... Kek kek kek ... akhlak lagi.

Jadi intinya, tataruang itu perlu dan harus ditegakkan secara disiplin! Baik untuk perkotaan, perdesaan, perindustrian, perdagangan, perrekereasian, perolahragaan, persawahan maupun perhutanan. Untuk detilnya, silakan tanyakan ke ahli-ahlinya. Saya tidak bisa membahas secara detil di sini. Beberapa concern yang perlu saya sampaikan adalah:
1. Stop pembabatan hutan, apapun juga alasannya. Kalau mau membabat hutan, entah untuk tambang, perkebunan atau apapun juga, harus jelas perhitungan keekonomisannya.  Masukkan nilai ekonomi hutan tropis yang meliputi oksigen, air bersih, keanekaragaman hayati, ekosistem, lansekap, tourisme, suku anak dalam dll. Jangan hanya menghitung berapa kayu yang bisa dijual, berapa sawit yang bisa dihasilkan, berapa minyak, batubara dll saja.

2. Stop pembangunan perumahan, kantor, mal, sekolah, pasar dll di lahan subur dan lahan irigasi teknis apapun juga alasannya. Pindahkan ke lahan tandus dan tidak ekonomis untuk persawahan dan perkebunan.

3. Kelola tata kota dan tata desa dengan benar. Kota seperti Jakarta mestinya tidak ada lagi grounded house, apalagi yang sumpek dan dempet-dempetan. Rumah susun dan apartemen solusinya. Kelola desa supaya tetap menjadi desa dengan sumber daya desa. Tidak usah bercita-cita desa menjadi kota. Ingat kan Iwan Fals pernah mengingatkan dalam Ujung Aspal-Pondok Gede?

4. Pisahkan area sesuai peruntukannya. Terutama sekolah dan pemukiman mesti jauh-jauh dari area bisnis, perdagangan dan industri, apalagi hiburan malam. Perbanyak taman-taman dan sarana olah raga.

5.  Stop reklamasi pantai. Jangan biarkan wilayah lautan kita berkurang dan jumlah pulau dan gunung-gunung kita berkurang. Biarkan alam seperti adanya. Pembangunan harus berbasis ke alam. Stop juga ekspor pasir dan tanah ke Singapura. Lihatlah Singapura makin luas wilayahnya sedangkan kita makin sempit. Tahu kan betapa mahalnya harga lahan di Singapura? Tahu kan ZEE diukur dari garis pantai?

6. Hutan yang terlanjur dibabat tidak mungkin bisa dipulihkan. Karena itu perlu dilakukan studi untuk mengembalikan hutan yang rusak itu agar bisa kembali berfungsi seperti semula, setidaknya mendekati. Buat sawah? Ahh Pak Jokowi bercanda saja ... tentu Bapak lebih tahu.
Wah banyak sekali Pak .... tapi biarlah para ahli yang meneruskan. Saya akan bahas mengenai perumahan di lain waktu Pak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun