Artikel perdana saya di sini, saya akan mencoba menanggapi artikel kompas berjudul “Menteri-menteri ini salah tempat”. Saya tidak ingin mengkritik KOMPAS yang memasukkan artikel itu namun saya ingin mengkritik Enny Sri Hartati, orang yang berada di balik artikel itu.
Kalimat pertama saya; kalau seorang pengamat mengamati pemerintahan seperti “Wisata Kuliner” ya seperti ini. Soalnya kalau wisata kuliner lodeh itu ga bisa dicampur dengan es batu. Dan juga dawet bagaimana pun juga jangan dimasukkan cabe di dalamnya. Tapi kalau pemerintahan kadang logika semacam itu tidak sepenuhnya bisa diterapkan. Dalam pemerintahan kadang yang utama hanya kemampuan menejerial dan kepemimpinan yang mumpuni. Tidak harus setiap kementrian diisi dengan orang yang memiliki latar belakang sama dengan bidang kementrian itu. Saat ini yang dibutuhkan orang yang mampu mengatur kementrian sehingga menejemennya menjadi baik, dan orang-orang yang bekerja di dalamnya mampu merubah mentalitasnya menjadi pekerja yang beroriantasi hasil dan mengambdi kepada rakyat. Itu sebabnya KAI bisa jadi seperti sekarang saat dipimpin Jonan.
Jonan sendiri mungkin ga tau dimana letak "busi" di mesin kereta api waktu pertama kali dia ditunjuk menjadi pemimpin di KAI, tapi kenapa dia yang dipilih jadi pemimpin dan akhirnya berhasil? Saat ini bukan saatnya memilih menteri yang kelihatannya bisa kerja tapi kenyataannya ga bisa apa-apa. Dulu ada yang bilang "serahkan pada ahlinya" namun dalam kenyataannya mana??? dalam lima tahun 200 T dia habiskan ga ada bekasnya. Jokowi nampaknya memilih menteri yang memiliki kemampuan menejerial yang baik. Makanya orang macam anda Enny Sri Hartati ini ga dipilih karena memang kemampuan menejerialnya diragukan.
Kalau Jokowi yang tukang mebel saja akhirnya bisa mengurus Solo dan Jakarta dengan sedikit waras, sehingga rakyat percaya dan milih dia jadi Presiden, dan bukan calon sebelah yang kelihatannya punya tampang dan karakter jadi presiden tapi dalam kenyataannya tidak dipilih. Saya kira bisa juga tiga bulan kedepan ekspor nonmigas Indonesia bisa naik dengan persentase yang melampaui tahun-tahun yang lalu, meskipun kementrian itu hanya dipimpin oleh pedagang ikan yang SMA saja tidak lulus.
Menurut saya sekarang Jokowi sedang mengisi pemerintahannya dengan orang yang punya kemampuan kepemimpinan yang menurutnya mumpuni. Tentu ada kompromi politik karena ini masih di Indonesia dan juga di bumi. Kalau Indonesia itu surga dalam makna sebenarnya kompromi politik itu mungkin ga perlu. Dan saya ga punya latar belakang ekonomi untuk menulis tulisan ini, namun saya percaya akan pilihan Jokowi sebab Ridwan Kamil saja yang arsitek sekarang bisa memimpin Bandung dan ternyata berhasil. Dan Dahlan Iskan saja dulu hanya wartawan tapi bisa memimpin BUMN dan juga berhasil. Saya masih memiliki keyakinan bahwa ada maksud yang baik di belakang alasan kenapa Jokowi memilih sosok-sosok itu menjadi menteri.
Terakhir bagi para pengamat yang selama dua hari ini mendadak banyak permunculan. Kalau menilai kementrian yang baru sebaiknya penilaian itu juga disertai pembanding yang setara. Sebab seperti menteri perminyakan yang kemarin, yang sekarang jadi tersangka itu pun sebenarnya ga punya latar belakang migas, bahkan menjual minyak tanah saja mungkin dia belum pernah. Lalu menteri yang kampanye mobil murah itu memangnya dia punya latar belakang Industri? Jadi kalau memberi pertimbangan sebaiknya ya gunakan pembanding yang setara lalu beri penilaian yang seimbang juga. Menteri A jaman kemarin dibandingkan menteri B jaman ini kira-kira gimana? Lalu dijelaskan alasannya apa dan sedapat mungkin memberi usul yang membangun.
Seharusnya kesimpulan itu dibagung dari premis-premis yang kesemuanya saling mendukung dan berkaitan. Sehingga dalam membangun opini tidak bisa didasarkan pada premis-premis yang bertolak belakang dengan opini itu sendiri. Sehingga kalau Jokowi menginginkan menteri dengan kemampuan menejerial yang baik, plus sosok Ignatius Jonan yang memang memiliki kemampuan menejerial yang baik. Maka tepat kalau akhirnya Ignatius Jonan yang akhirnya dipilih sebagai menteri dengan segala latar belakangnya. Sehingga Enny Sri Hartati harus kembali melihat kesimpulanya yang menurut saya terlalu terpaku pada pemahaman bahwa kabinet harus diisi dengan figur yang sama dengan bidang kementrian. Sehingga dalam hal ini Enny Sri Hartati seharusnya membangun kesimpulannya berdasarkan idea-idea dan gagasan mengenai kabinet ideal menurut Jokowi bukan menurut dirinya sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H