Mohon tunggu...
Puspita Wulandari
Puspita Wulandari Mohon Tunggu... -

Saya seorang guru di sebuah sekolah pinggiran tepatnya di SMK Negeri I Kertosono kab Nganjuk prop Jawa Timur. Saya mengajar bidang study Fisika dan IPA. Saat ini sedang belajar menulis dan mengembangkan diri dengan tujuan mampu mengembangkan potensi siswa secara maksimal. Saya mencanangkan SASISAE (Satu Siswa Satu Email) dan SASISAB (Satu Siswa Satu Blog)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Noda Hitam di Kertas Putih

29 Maret 2010   12:24 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:07 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Tidak biasanya pagi-pagi Edy sudah menemui Bu Mun di perpustakaan sekolah. Mukanya sangat lesu, kusut tanpa gairah. Tiba-tiba Edy bertanya, “Benarkah setiap anak yang dilahirkan ke dunia ini special ?. Namun mengapa orangtua saya selalu menganggap anaknya pecundang serta tidak ada gunanya?”

Bu Mun tersenyum arif sambil menatap mata Edy, “Tersenyumlah. Lihatlah udara pagi ini segar sekali. Mengacalah dan amati wajahmu. Letih, lesu tanpa gairah sama sekali”

Edy hanya tersenyum malu-malu menanggapi peryataanbu Mun, “Bagaimana bisa tersenyum?. Hati saya sedih sekali. Saya jadi teringat cerita tentang, Noda hitam di kertas putih”

“Memangnya kamu masih mengingatnya?”

“Pasti bu, saya selalu mengingat cerita tersebut. Sering saya berdoa semoga kedua orangtua saya diberi kesempatan membaca atau mendengar cerita tentang noda hitam di kertas putih tersebut. Supaya tidak hanya bisa melihat keburukan dan kelemahan saya saja”.

“Memangnya bagaimana ceritanya?”

Tiba-tiba ada beberapa siswi jurusan Restoran masuk. Edy mengeluarkan selembar kertas putih HVS dari dalam tasnya. Tiba-tiba Edy bertanya, “Mbak-mbak boleh saya bertanya?”

“Boleh, memangnya mau Tanya apa?”

“Coba mbak perhatikan, apa yang mbak lihat?”, Tanya Edy sambil memperlihatkan selembar kertas putih.

Setelah memperhatikan sejenak, salah seorang siswi menjawab. “Kertas putih biasa, tidak ada gambar. Kenapa kamu bertanya?” Tanpa menjawab Edy membuat sebuah titik hitam di kertas putih tersebut.

“Ada gambar titik hitam di kertas putih itu”, jawab siswi tersebut keheranan.

“Mengapa mbak hanya melihat hanya titik hitam pada kertas putih ini? Padahal sebagian besar kertas ini berwarna putih. Ketahuilah mbak kertas ini sama dengan sudut pandang Mbak juga mbak-mbak yang lain. Betapa mudahnya kita melihat kesalahan orang lain, padahal masih banyak kelebihan yang dia miliki. Kita sering menimpakan kesialan pada orang lain padahal yang tidak hati-hati kita sendiri. Gajah di pelupuk mata tak tampak, kuman di seberang lautan kelihatan”

“Benar juga ya, saya juga punya cerita tentang Bunga Lyly di tepi tebing. Terima kasih pagi-pagi sudah berbagi”

“Sama-sama, jangan lupa besuk berbagi cerita tentang bunga Lyly di tepi tebing”

Bu Mun hanya tersenyum sambil memperlihatkan jempolnya. “Bagaimana sudah agak lega?”

“Alhamdulillah sudah agak berkurang. Semoga saya berani beradu argumentasi dengan kedua orangtua saya. Bukan bermaksud menggurui namun agar hidup saya terasa lebih punya arti dihadapan orangtua saya. Doakan saya bu! Doalan saya mampu menyelesaikan masalah saya”

Anak-anak yang bernasib seperti Edy banyak terdapat di negeri ini. Anak-anak dengan orangtua yang berperilaku koersif (menggunakan paksaan dan kekerasan) dalam mendidik putra-putranya. Bahkan lebih suka memandang negative tanpa memandang sedikitpun pada perilaku positif putra-putranya. Akibatnya banyak sekali anak-anak luar biasa, tumbuh menjadi anak-anak dengan kemampuan biasa-biasa saja. Bahkan cenderung menjadi anak pembangkang, liar dan nakal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun