Mohon tunggu...
Pemas Sepriawan
Pemas Sepriawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Airlangga

Avonturir langit yang gagal move on

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Fenomena Tren Bahasa Anak Jaksel terhadap Eksistensi Bahasa Indonesia

17 Mei 2023   09:30 Diperbarui: 17 Mei 2023   09:51 499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan untuk berinteraksi sosial sehari-hari, agar dapat saling memahami maksud dan tujuan pembicaraannya. Bahasa juga sebagai simbol identitas suatu kelompok, masyarakat, atau bangsa. Di Indonesia sendiri, bahasa Indonesia adalah bahasa resmi yang dipakai untuk berkomunikasi. Jumlah penduduk Indonesia yang sudah menyentuh 200 juta jiwa lebih, menjadikan bahasa Indonesia masuk dalam peringkat 10 sebagai penutur terbanyak di dunia versi Lingua Edu. Hal ini, menjadi kekuatan tersendiri bagi bangsa Indonesia sebagai negara yang beragam suku, agama, ras, dan budaya.

Seiring berkembangnya zaman, bahasa yang bersifat dinamis mengalami perubahan. Di era globalisasi, generasi milenial terdorong untuk terus melaju menyeimbangkan kehidupan dengan kemajuan teknologi. Hal ini menyebabkan banyak generasi milenial memiliki pola pikir yang lebih terbuka atau open minded. Namun, ini menjadi masalah tersendiri bagi generasi muda, terutama tentang penggunaan bahasa dalam berkomunikasi. Banyak generasi milenial yang menggunakan pencampuran antara bahasa Inggris dan Indonesia untuk melakukan interaksi sosial. 

Fenomena ini disebut juga sebagai Tren Bahasa Anak Jaksel. Akulturasi dua bahasa ini dianggap hal yang sangat biasa di kalangan generasi milenial. Sudah sangat banyak ditemui generasi milenial yang mengikuti arus tren bahasa tersebut, seperti literally, basically, somehow, dan beberapa kosa kata lainnya yang dipadukan dengan bahasa Indonesia. Jika dianalisa secara linguistik, hal tersebut bukanlah suatu kesalahan, justru sebgai bentuk akulturasi bahasa. 

Karena, pada dasarnya bahasa di dunia begitu beragam. Akan tetapi, jika ditelaah secara mendalam, penggunaan bahasa campuran Inggris dan Indonesia secara berlebihan dapat berdampak buruk bagi bahasa Indonesia itu sendiri. Saat ini, bahasa Inggris sudah mendominasi dibanding penggunaan bahasa Indonesia dalam Tren Bahasa Anak Jaksel. Sehingga, hal itu dapat mempengaruhi eksistensi bahasa Indonesia dalam hal komunikasi.

Adapun faktor yang mempengaruhi fenomena ini, seperti masuknya budaya asing ke Indonesia. Pola pikir generasi milenial yang dapat dengan mudah menerima infiltrasi dari budaya asing menyebabkan akulturasi bahasa tidak dapat dihindari. Sehingga, pencampuran dua bahasa atau lebih menjadi fenomena yang diwajarkan. Faktor lainnya yang mempengaruhi fenomena ini adalah stigma masyarakat tentang sistem pendidikan. Orang yang fasih berbahasa Inggris akan dianggap lebih cerdas dan berpendidikan tinggi dibanding orang yang biasa berbahasa Indonesia.

Stigma ini menyebabkan pudarnya minat generasi milenial untuk menggunakan bahasa Indonesia karena takut tertinggal zaman. Padahal mindset ini justru membuat bahasa Indonesia semakin mengalami pergeseran dan diganti dengan bahasa Inggris yang dianggap lebih keren. Akulturasi bahasa akan menjadi masalah serius jika generasi milenial tidak memiliki kesadaran untuk mempertahankan dan melestarikan bahasa Indonesia. Kemerosotan penggunaan bahasa Indonesia sebagai penutur asli dapat menurunkan eksistensi bahasa Indonesia di mata dunia.

Sementara itu, bahasa Indonesia sendiri merupakan gambaran jati diri bangsa sebagai negara yang merdeka. Tidak salah jika kita menambah wawasan dengan mempelajari bahasa asing, namun harus tetap menjadikan bahasa Indonesia sebagai superioritas dalam berkomunikasi dan berinteraksi sosial.

Fenomena Bahasa Anak Jaksel juga dapat mempengaruhi tatanan bahasa Indonesia. Karena nantinya akan sangat berdampak pada komunikasi di generasi selanjutnya. Sisi buruk lainnya, eksistensi bahasa Indonesia akan menurun, bahkan bisa dipandang rendah oleh bangsa lain. Kefasihan berbahasa Inggris sendiri, dipengaruhi oleh jumlah anak muda di Indonesia yang terbilang lebih banyak dibanding yang sudah berumur. 

Oleh sebab itu, untuk mneruskan pembangunan bangsa, penegasan jati diri bangsa lewat bahasa Indonesia harus diperkokoh lagi. Stigma masyarakat tentang penutur bahasa campuran Indonesia dan Inggris yang dianggap lebih cerdas serta berpendidikan tinggi juga harus segera dipudarkan demi melestarikan serta menjaga keutuhan nilai bahasa Indonesia di mata dunia. Oleh sebab itu, sebagai generasi muda kita harus harus memprioritaskan penggunaan bahasa Indonesia dibanding bahasa asing lainnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun