Mohon tunggu...
Arfa Siti
Arfa Siti Mohon Tunggu... -

Pelajar yang menjadikan pengalaman sebagai guru sejati dan terus memperbaiki diri lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kata Makian Digunakan Sebagai Keakraban Dalam Bergaul! Apakah Ideologi Kebahasaan?

30 Juni 2013   05:50 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:13 1610
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kata Ideologi pertama sekali diperkenalkan oleh filsuf Prancis Destutt de Tracy pada tahun 1796. kata ini berasal dari bahasa Prancis idéologie, merupakan gabungan 2 kata yaitu, idéo yang mengacu kepada gagasan dan logie yang mengacu kepada logos, kata dalam bahasa Yunani untuk menjelaskan logika dan rasio. Destutt de Tracy menggunakan kata ini dalam pengertian etimologisnya, sebagai "ilmu yang meliputi kajian tentang asal usul dan hakikat ide atau gagasan"

Secara kebahasaan ideologi berasal dari bahasa Yunani yaitu eidos dan logos. Eidos berarti gagasan dan logos berarti ilmu. Maka secara kebahasaan ideologi adalah ilmu yang mempelajari tentang gagasan. Gagasan yang dimaksud adalah gagasan yang murnidan menjadi landasan atau pedoman kehidupan dalam bermasyarakat yang berdomisili dalam wilayah dimana mereka berada. Menurut ahli ilmu Politik UI Prof. Dr. Maswardi Rauf, ideologi merupakan rangkaian nilai-nilai yang disepakati bersama untuk mencapai landasan atau pedoman dalam mencapai tujuan dan kesejahteraan bersama.

James Lull menjelaskan tiga konsep dalam analisis kajian kritis dan pendekatan cultural yaitu ideologi, kesadaran, dan hegemoni. Ideologi merupakan sistim pengetahuan yang berkaitan dengan pencapaian tujuan dan kepentingan tertentu, Dan menggunakan symbol untuk hadir di tengah-tengah masyarakat. Ideologi berkaitan dengan sistem imaji, yang dapat diuraikan sebagai berikut: Aspek Ideasional disini berkaitan dengan unsur (morphem), organisasi aturan kebahasaan dimana ideologi dihadirkan. Aspek mediasional yang meliputi aspek teknologi dan interaksi. Aspek teknologi berkaitan dengan media yang digunakan dalam menyampaikan ideologi. Jadi disini berkaitan dengan pendekatan mediated dalam proses komunikasi.

Kesadaran adalah melihat bagaimana karakteristik media menentukan persepsi khalayak. Maka disini proses kesadaran berkaitan dengan jenis medium. Pengaruh media yang sangat kuat sehingga siapa pun yang mengendalikan media berarti mereka yang memiliki kemampuan dalam mempengaruhi kesadaran. Hegemoni berkaitan dengan kemampuan pengetahuan dalam rangka melakukan pendudukan secara halus, di mana pihak yang ditundukkan menerima hal itu seolah-olah sebagai suatu yang wajar. Terdapat banyak fenomena hegemoni dalam keseharian sebagai akibat proses komunikasi, hegemoni sangat berkaitan dengan aspek ideologi dan kesadaran hegemoni menandakan tampilnya suatu ideologi dominan tertentu yang mampu mempengaruhi kesadaran orang banyak.

Dari penjelasan di atas, kita dapat mengetahui bahwa ideology itu lahir dari manusia dengan gaya dan style sendiri yang beradaptasi dengan lingkungan dimana kita berada. Orang asing atau perantau ketika datang di suatu daerah dan mendengar bahasa yang diucapkan oleh daerah yang dikunjungi terkadang membuat kita berpikir “ koq begitu sih gaya bahasanya” atau “ aneh sekali bahsanya” atau “ mungkin sesama teman jadi udah biasa seperti itu”. Contohnya, kata “ anjing, anjrit, dan yeson” , dalam masyarakat Indonesia Timur daerah Papua Barat Kota Sorong, kita selalu mendengar “KO ANJING!” ketika kita mendengar ini, kita akan presepsikan sebagai kata caci maki, tetapi dalam pergaulan sehari-hari ini merupaka keakraban dalam masyarakat ini. Begitupun dengan “ YESOOOOOON, MASA KO BEGITU TU” oleh saya diartikan seperti ini “astaga masa kamu begitu”. Ketika pertama kali menginjak kaki di kota ini, pertama kali juga saya mendengar kata YESON, kemudian saya tanyakan artinya kepada salah satu penduduk Kota Sorong, dan mereka menjawab artinya YESON itu YESUS NONGOL ( mohon maaf bukan bermaksud untuk menyinggung atau menghina), pikir saya aneh, tidak nyambung dari pemahaman saya.

Kemudian pertanyaan berlanjut apa orang sini tidak tersinggung? Mereka menjawab tidak karena sudah terbiasa dan memang menjadi bahasa gaul disini. Sempat tidak percaya dengan penjelasan tersebut, karena secara mayoritas penduduk kota Sorong adalah penganut Kristiani dan sebagiannya Muslim. Tetapi mereka meyakinkan saya bahwa memang benar dan adanya seperti itu. Contoh lainnya kata “BAMPUKAR”. Sebagai orang Ambon, jujur saya tidak tau apa artinya tetapi jelasnya ini adalah semacam caci maki seperti anjing dan anjrit. Tetapi masyarakat kota Ambon seakan-akan sudah terbiasa dengan kata ini. Ketika ikut dan ngobrol bersama teman, sedang asyik menceritakan pengalaman masing-masing tiba-tiba salah seorang teman saling melontarkan BAMPUKAR E, kemudian mereka tertawa sama-sama, beberapa menit kemudian PUKAR E, tertawa lagi. Perasaan saya pada saat itu, temanku ini aneh tadi serius, tertawa dan selalu mengucapkan kata BAMPUKAR atau PUKAR. dan mereka menjelaskan bahwa gaulnya mereka seperti itu walupun sebenarnya kata-kata tersebut adalah bentuk caci maki.

Inilah ideologi kebahasaan dalam masyarakat Indonesia terkenal dengan multicultural dan bilingualism. Terkadang kita salah menafsirkan bahasa dari satu komunitas, karena kita belum mengetahui gagasan dan ide-ide mereka seperti apa dan harus beradapaatasi seta bersosialisasi dalam komunitas tertentu untuk memahaminya.. Sehingga ide-ide bahasa yang muncul menjadikan kita paham dan harus mempelajari budaya-budaya daerah dari kebiasaan, tarian, kehidupan sehari-hari dan tentunya bahasa.

Bahasa bukan semata-mata persoalan gramatikal, leksikal, dan ejaan. Ketika dipakai dalam komunikasi antara dua orang atau lebih, bukan hanya wacana yang bermain di situ, tetapi juga aspek ekstrinsik yang mencakup status para pelaku ujaran, relasionalitas antarpelaku, konteks situasional, juga nada yang menampilkan aspek emosional.

Suatu kalimat dengan diksi tertentu mungkin pantas dilontarkan seseorang yang tidak atau kurang berpendidikan, tetapi ditanggapi sebagai tindakan tercela kalau diucapkan oleh orang yang seharusnya ketat menjaga perilaku berkat statusnya yang terpandang di masyarakat.

Suatu kalimat menurut aturan tata bahasa mungkin dinilai baik dan benar, tetapi apabila tak memenuhi asas kepantasan, tentu mengusik hati nurani penanggap, publik. Kesempurnaan berbahasa tidak hanya mencakup soal baik dan benar, tetapi juga etis dan indah. Jika kedua hal itu terpenuhi, agunglah suatu bangsa di mata bangsa-bangsa lain.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun