Mohon tunggu...
Politik

Strategi Kemenangan Petahana

27 Januari 2016   01:03 Diperbarui: 10 Februari 2016   00:15 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

oleh Pelipus Libu Heo

Tulisan ini juga telah di terbitkan oleh Harian Timor Express. Media cetak terbitan Kota Kupang Nusa Tenggara Timur, tanggal 29/02/2016

Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) Gubernur/Walikota/Bupati yang dilaksanakan serentak 9 Desember 2015 telah usai. Hiruk pikuk politik para kandidat dalam memperebutkan suara sudah berlalu. Namun suhu politik masih terasa di masyarakat akar rumput. Sesama saudara kini tidak lagi saling menegur dan mengunjungi rumah.

Sejumlah jurus/strategi digunakan oleh kandidat untuk memikat hati rakyat masih membekas di benak masyarakat. Jurus 212 ala Wirosableng pun terhembus. Adapula yang menggunakan jurus ala kerajaan serta jurus ikut - ikutan atau bahasa Kupang 'Bikin rame sa'.

Jurus 212 dan ala kerajaan nampaknya menjadi jurus yang digunakan para petahana. Artinya, Dua tahun memimpin untuk mengembalikan modal kampanye masa lalu, satu tahun untuk pembangunan kesejahtetaan rakyat dan dua tahun untuk persiapan terpilih kembali di periode kedua.

Sedangkan, Jurus ala kerajaan di gunakan untuk mengintimidasi rakyat. Lewat kekuasaan memanfaatkan SKPD seperti Kepala Dinas, Camat bersama jajarannya hingga lingkaran Kepala Desa/Lurah, RT/RW, Kepala Dusun/Lingkungan. Sejumlah program di politisasi dan di gempurkan pada akhir masa jabatan. Aksi peduli sosial, blusukan dengan alasan kunjungn kerja semakin di gencar.

Program Pemerintah Pusat dan Provinsi di klaim sebagai keberhasilan daerah. Tak jarang, dalam setiap pertemuan dijadikan bahan kampanye. Selain itu, Dengan kedok SK Daerah dan Pembangunan proyek. SKPD digerakan untuk mendata dan mengumumkan kepada masyarakat akan ada penerimaan tenaga kontrak. Hujan badai, panas matahari yang membara tak hiraukan karena taruhannya adalah mempertahankan posisi agar tetap ada pada SKPD atau tidak di mutasi maupun diturunkan pangkatnya.

Lembaga agama seperti Gereja dan Mesjid menjadi salah satu incaran mereka (Tim Kampanye/SKPD) untuk mewartakan penerimaan Tenaga kontrak tersebut. Semua itu, hanyalah isu semu yang membumi menjelang pencoblosan. Kelompok – kelompok lawan politik mulai di data dan di teror dengan segala macam ancaman. RT/RW mulai door to door menyambangi masyarakat sambil berbisik nama paket tertentu atau ingat Bigbos Petahana. Mungkin bermaksud memenangkan pertarungan dengan perolehan suara signifikan di atas 80%. Itulah sepintas jurus petahana dalam memenangkan pilkada serentak 2015.

Hal berbeda dengan Kandidat yang memakai jurus ikut-ikutan. Adalah mereka yang menjadi korban politik dan memanfaat kesempatan untuk menaikan pamor. Dengan harapan, kelak akan dengan mudah memenangkan pertarungan, ketika maju mencalonkan menjadi Bupati/walikota/Gubernur maupun DPR/DPRD. Korban atas perubahan aturan PILKADA yang mengharuskan ASN, TNI, POLRI harus pensiun dari masa tugas serta calon yang telah di tetapkan KPU. Apabila mengundurkan akan di kenakan dengan Adminitrasi ratusan Juta hingga milyaran Rupiah dan ancaman hukuman pidana. Hal inilah yang membuat sebagian kandidat yang terlanjur mendaftarkan diri dan ditetapkan sebagai calon oleh KPU menjadi kelihatan terpaksa ikut. (UU No. 8 Tahun 2015 tentang perubahan atas UU No. 1 tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No.1 tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dn Walikota Menjadi Undang - undang, pasal 7).

Pujian yang serupa datang dari masyarakat awam, meramaikan media sosial FB,BBM, instagram maupun Twitter. Pemimpin energik, ramah, santun dan bersahaja layak memimpin di tingkatan yang lebih tinggi. Kira-kira demikian kalimat pujian. Kemenangan tersebut merupakan kemenangan rakyat yang harus di syukuri dan diterima oleh kandidat yang kalah, para pendukung dan seluruh elemen masyarakat. Karena semua kandidat yang bertarung memiliki tujuan sama yakni menjadikan daerah menjadi lebih baik. Kalah menang adalah hal biasa dan mutlak dalam sebuah kompetisi maupun perlombaan apapun.

Kepada siapa pujian itu di alamatkan dan siapa yang memberikan? Sah-sah saja, sejauh tak ada aturan yang melarang itu. Namun, perlu kita cermati pujian atas kemenangan itu bagai majas hiperbola. Hebat memenangkan pertarungan dengan strategi yang di bangun belum tentu hebat pula dalam urusan pembangunan. Apabila kita uji dengan fakta lapangan, banyak proyek terbengkalai yang dibiarkan mangkrak. Kesenjangan sosial, kemiskinan semakin tak terkendali. Inilah yang namanya Petahana hanya hebat dalam mempertahankan posisi. Kemudian kita bertanya, karena memiliki kinerja bagus sehingga terpilih kembali? Mungkin benar, tetapi tidak sepenuhnya 100%. Kemenangan itu tergantung pada strategi dalam pertarungan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun