Pernah jalan-jalan di toko swalayan menggunakan hovervoard. Asyik saja menyusuri lorong-lorong baju yang dipajang. Itu sebenarnya sangat memalukan. Bagaimana tidak, kelakuan saya jadi tontonan pengunjung toko swalayan tersebut.
Selayaknya anak kecil kurang kerjaan. Semakin ditonton malah tambah semangat isengnya. Bukan hanya orang dewasa atau ibu-ibu saja yang memandangi kelakuan aneh saya. Tapi juga anak-anak kecil seperti keheranan saya melaju di toko swalayan dengan menggunakan hoverboard.
Untungnya saya bisa mengendalikan hoverboard dengan baik. Tidak ada juga yang mengganggu atau menghalangi. Coba kalau ada yang mendorong kemudian saya menabrak manekin, urusan bisa panjang. Mungkin saya bisa dibawa oleh petugas/aparat keamanan setempat.
Seberapa isengkah Kompasianer? Anak-anak saya kadang sampai menutup muka melihat kelakuan bapaknya yang nggak ketulungan!
Kalau lagi berjalan-jalan di pasar tradisional, kadang saya ingin merasakan nostalgia sebagai pedagang kaki lima. Dulu waktu masih SMP saya pernah jualan kacamata di emperan/trotoar toko. Rasanya ingin mengulang kenikmatan sebagai pedagang.
Kebetulan ada pedagang buah mangga yang sudah sepuh. Saya tawarkan kepada Mang Ganden untuk bertukar nasib sementara waktu saja. Tak disangka dia tertarik. Jadilah saya yang menunggu lapak buah mangganya  yang digelar di trotoar.
Sebelum Mang Ganden diajak anak saya untuk jalan-jalan dan makan menggunakan mobil, saya tanyakan dulu harga buah manga perkilonya. Saya diminta menjual mangga satu kilogram dengan harga Rp 15.000,00. Alhamdulillah setelah tukar nasib selama dua jam, saya didatangi dua pembeli yang masing-masing membeli dua kilogram. Total mangga yang saya jual 4 kilogram.
Mang Ganden senang bisa jalan-jalan dan makan gratis. Saya senang bisa membantu penjualan mangga Mang Ganden, walau cuma laku 4 kilogram. Rasa-rasanya iseng itu ternyata enak.
Seberapa isengkah Kompasianer? Keisengan saya kali ini gagal total!