Orang yang perekonomiannya terus menanjak terus bertambah, tapi tidak sedikit pula orang di bawah garis kemiskinan. Minat masyarakat untuk menunaikan umrah atau haji, setiap tahunnya meningkat. Bahkan sampai terjadi waiting list, karena jumlahnya melebihi kuota. Namun orang-orang yang setiap hari menahan lapar tetap masih ada.
Entah sampai kapan kondisi seperti akan berakhir. Jalan hidup memang tidak bisa diduga, tapi minimalnya kita mempersiapkan untuk tetap bisa bahagia. Kuncinya kerja keras dan jalan malas. Karena malas itu, jaraknya sangat tipis dengan kemiskinan. Orang malas tidak akan mendapatkan apa-apa dan bakal susah bahagia. Bagi mereka yang rajin bekerja, akan dimudahkan untuk mendapatkan harta.
Jadi kita harus kaya? Kok gitu sih? Bukankah kekayaan tidak menjamin kebahagiaan? Iyalah. Berusahalah jadi kaya. Bayangkan saja yang kaya saja tidak dijamin bahagia, bagaimana dengan kemiskinan, bisakah menghasilkan kebahagiaan.
Kebahagiaan memang bukan urusan si kaya dan si miskin. Cuma kalau kita kaya, ada kesempatan membantu mereka yang kurang mampu. Lagi pula siapa sih yang mau hidup miskin. Kalau kita berada posisi miskin, bagaimana mau membahagiakan orang lain. Jangan-jangan waktunya sudah habis untuk berpikir, bagaimana cara mengisi perut yang terus keroncongan.
Lantas bagaimana kalau sudah rajin berusaha, tidak malas-malasan tapi kehidupan tetap memprihatinkan? Jangan khawatir, orang yang rajin berusaha pasti akan indah pada waktunya. Justru pada orang-orang semacam itulah (rajin berusaha tapi ekonominya belum membaik) kita perlu memberikan bantuan. Jadi bantuan itu nanti akan tepat sasaran. Jangan beri bantuan kepada pemalas, yang memanfaatkan kedok kemiskinan untuk mencari belas kasihan.
Buruh angon bebek
Banyak contoh kasus, orang semacam apa saja yang perlu mendapat bantuan (sedekah) dan memang berhak. Di daerah saya, khususnya wilayah Kelurahan Cipamokolan, Derwati dan Cisaranteun Kidul banyak orang sehabis Shubuh berkeliling dari rumah ke rumah. Mereka ada yang berjenis kelamin laki-laki ada juga perempuan. Ke setiap pemilik rumah, mereka selalu menanyakan apakah punya sisa nasi (nasi yang tak terpakai).
Kalau melihat dari penampilan mereka, memang memprihatinkan. Baju dan celana yang dikenakan kadang kurang layak. Namun secara fisik mereka masih terlihat prima. Trengginas kesana kemari. Sebagian masih lincah menggowes sepeda. Sebagian lainnya masih jagjag berjalan kaki.
Loh kenapa mereka yang masih sehat secara fisik, sampai meminta-minta nasi bekas? Apakah mereka sudah kesulitan makan, sampai nasi bekas pun dicari? Apakah mereka bagian dari orang-orang malas, yang enggan mencari kebagiaan dengan cara kerja keras? Bahkan di Bulan Ramadan yang diwajiban berpuasa, mereka masih berani minta nasi.
Ternyata mereka justru orang-orang yang tangguh. Tidak pasrah dengan kemiskinan yang selama ini menderanya. Mereka termasuk orang-orang yang rajin berusaha. Para peminta nasi bekas itu merupakan buruh angon (penggembala) bebek. Nasi bekas yang dimintanya bukan untuk dirinya. Melainkan untuk pakan bebek.