Mohon tunggu...
Anwar Effendi
Anwar Effendi Mohon Tunggu... Jurnalis - Mencari ujung langit

Sepi bukan berarti mati

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Nasib Pedagang Kerupuk Tidak Serenyah Kerupuknya

6 Mei 2020   09:56 Diperbarui: 6 Mei 2020   16:16 845
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Idham pedagang kerupuk keliling asal Garut.(foto: dok. pribadi)

Idham menjual juga kerupuk gendar yang bewarna cokelat semu kuning. (foto: dok. pribadi)
Idham menjual juga kerupuk gendar yang bewarna cokelat semu kuning. (foto: dok. pribadi)

Seusai proses pengemasan kerupuk, Idham baru bisa berdagang keliling. Dia menggunakan sepeda untuk mengeliling sejumlah kompleks perumahan. Setiap hari dia membawa 100 kemasan kerupuk. 

Jumlah tersebut dia tempatkan di tiga bagian belakang sepeda. Tiga puluh kemasan masing-masing ditempatkan di sisi kanan dan kiri boncengan belakang sepeda. Sisanya 40 kemasan disimpan di atas boncengan. Total ada seratus kemasan.

Setiap kemasan yang berisi 10 kerupuk itu, Idham menjualnya dengan harga Rp 4.000,00. Itu merupakan harga penjualan rata-rata, baik kepada warga langsung, atau warung-warung. Biasanya warung yang membeli, untuk dijual lagi dengan harga Rp 5.000,0 per kemasan kerupuk.

"Dari harga jual Rp 4.000,00 itu, saya mendapat keuntungan Rp 1.000,00. Jadi kalau rezeki lagi bagus, dan 100 kemasan kerupuk terjual semua, berarti saya bisa mengantongi keuntungan Rp 100.000,00 per hari. Tapi kadang ada sisa. Lagi pula pendapatan itu masih kotor, belum untuk makan dan beli kemasan plastik," tutur Idham.

Idham menjalani profesi sebagai pedagang kerupuk keliling sudah 12 tahun. Dia berasal dari Kabupaten Garut dan mencari peruntungan di Kota Bandung. Sementara anak istrinya masih berada di Garut.

Idham tetap semangat mencari rezeki. Setiap hari bangun pagi. Langsung menghadapi panasnya suhu dari penggorengan kerupuk. Dia menggoreng kerupuk hingga mengembang sempurna. Sementara kita tinggal enak membeli dan menikmati renyahnya kerupuk. Kita tidak tahu, apakah Idham juga merasakan renyahnya kehidupan ini.(Anwar Effendi)***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun