Mohon tunggu...
Anwar Effendi
Anwar Effendi Mohon Tunggu... Jurnalis - Mencari ujung langit

Sepi bukan berarti mati

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Ingin Melihat Anak Asuh Jadi Orang Sukses

27 April 2020   10:11 Diperbarui: 27 April 2020   10:16 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi keceriaan anak.(Pixabay/manseok via KOMPAS.com)

Masih terbayang wajah anak-anak itu. Sebagaimana umumnya anak-anak, mereka menampilkan kepolosan. Tidak ada kesan dibuat-buat. Semua terlihat apa adanya. Bersenda gurau di sesama mereka. Tidak mempedulikan sekeliling mereka berada.

Dunia anak memang berbeda. Belum begitu banyak paham apa yang terjadi, termasuk di dalam lingkungan keluarganya. Ketika mereka berkumpul, yang ada pada diri mereka hanyalah keceriaan. Biarkan saja mereka begitu adanya. Jangan renggut dunia mereka, hingga membuatnya murung.

Itulah yang selalu terekam oleh saya, saat menggelar buka bersama dengan anak-anak dari keluarga kurang mampu. Sebelum acara dimulai, mereka ributnya minta ampun. Berlarian ke sana kemari, kadang ada beberapa benda yang ditabrak. Mereka juga tidak mempedulikan, ada beberapa orang dewasa termasuk ustadz yang duduk bersila.

Mereka baru diam, ketika terdengar kumandang adzan Magrib. Dengan tertib mengikuti baca doa berbuka puasa yang dipandu ustadz Yayat Syarif Hidayat. Sehabis meneguk minuman pembuka puasa, anak-anak kembali berlarian mengambil air wudhu. Ada juga yang berebut duluan.

Termasuk saat melaksanakan shalat Magrib berjamaah, masih saja terdengar senda gurau anak-anak seusiaan 7 tahun ke bawah. Tidak jarang cekikikan tawa mereka walau sangat pelan.

Sungguh saya menikmatinya. Tidak sedikit pun terbersit niat saya untuk menegur mereka. Sudah bisa berkumpul dengan mereka saja, sangat terasa kebahagiaan. Sangat wajar di usia mereka, lebih banyak berguraunya. Yang penting bagi kita adalah mengenalkan bagaimana melaksanakan shalat wajib dan menjalankan ibadah puasa. Soal prosesnya, biarkan mereka yang akan menjalaninya.

Baru mampu biayai dua anak

Memang tidak setiap waktu saya bisa berkumpul dengan anak-anak dari keluarga tidak mampu. Demikian juga di Bulan Ramadan, paling cuma sehari. Itu juga memanfaatkan momen buka bersama, dan bisa selesai beberapa jam saja. Selebihnya mereka cium tangan, mengucapkan salam, untuk pulang kembali kepada orangtuanya masing-masing.

Dari belasan anak-anak dari keluarga kurang mampu itu, saya memang baru bisa menjadi bapak asuh untuk dua anak. Bulan Ramadan tahun ini sebenarnya ingin melihat kehadiran mereka lagi. Saya punya harapan, bisa bercengkerama dengan mereka. Menanyakan bagaimana perkembangan sekolahnya.

Harapan tinggal harapan. Pertemuan dengan anak-anak lewat acara buka bersama, cuma ada di rencana. Kondisi sekarang, yang ditandai belum meredanya virus corona, bakal tidak memungkinkan menggelar buka bersama. Rasa prihatin ini makin bertambah, apalagi kalau mengingat kepedihan keluarga mereka.

Mungkin untuk makan sehari-hari saja, keluarga mereka akan kerepotan. Anak-anak dari kawasan Rancabolang itu, bukan tidak mungkin sekarang menunggu-nunggu kapan makan enak lagi. Ingat pengalaman tahun-tahun sebelumnya, kadang lauk pauk untuk buka bersama tidak mereka habiskan sekaligus. Tapi selalu ada sisa dan dibawa pulang. Ketika ditanya, mereka dengan enteng menjawab, "sisanya buat makan nanti waktu sahur." Duh sangat menyayat hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun