Jelang Bulan Ramadan, selalu cari-cari sarung dan baju koko untuk shalat berjamaah di masjid. Walau tahun ini belum pasti, apakah masjid tetap menggelar shalat berjamaah, khususnya shalat Taraweh, tetap saja saya menyiapkan sarung dan baju koko yang akan dipakai.
Ada beberapa sarung dan baju koko, walaupun sudah lama tapi masih pantas untuk dikenakan saat beribadah di masjid. Cuma, ada satu sarung yang selalu menyenangkan saat dipakai.
Sarung yang dipakai warnanya sangat mencolok. Dasarnya berwarna biru tua. Kemudian ada motif merah dan hijau tapi tidak terlalu banyak. Warna kuning juga relatif sedikit. Tapi kalau dilihat lebih seksama lagi, pada warna dasar kain bewarna biru itu, ada tarikan benang kuning keemasan yang cukup banyak.
Sarung itu memang penuh kenangan. Saya beli tahun 2008 saat berkunjung ke Kota Samarinda. Kalau dihitung usianya sudah 12 tahun. Walau sering dipakai, kondisi sarung Samarinda itu, sampai sekarang masih bagus. Belum banyak perubahan dari kondisi fisik sarung tersebut. Bahkan warnanya tetap cerah tidak pudar.
Kalau saya mengenakan sarung tersebut, sering menarik perhatian orang lain. Utamanya jemaah masjid yang shalat di Masjid Al Badriyah Kompleks Riung Bandung Kelurahan Derwati Kecamatan Rancasari Kota Bandung. Mereka suka bertanya-tanya, sarung yang saya kenakan beli dimana. Mereka juga penasaran dengan bahan sarung yang saya kenakan, jika dibandingkan sarung mereka yang produk Malajaya Kabupaten Bandung.
Perbedaan sarung Samarinda dengan sarung Majalaya, di antaranya pada motif dan warna. Secara warna, sarung Samarinda yang saya kenakan sangat ngejreng.Â
Biasanya orang-orang Bandung kurang terlalu suka dengan warna yang mencolok. Terbukti warna sarung dari Majalaya, sebagian besar terkesan kalem, karena menyesuaikan selera orang Bandung.
Pebedaan lain, pada bahannya. Kalau dipegang, sarung Samarinda yang saya beli terasa sangat kasar, sementara sarung Majalaya sangat lembut. Walau bahan sarung Samarinda terasa kasar, namun kalau dipakai terasa adem. Di cuaca yang panas pun, mengenakan sarung Samarinda, sejuk saja rasanya. Tidak terasa hareudang.
Yang membuat saya teringat terus dan suka mengenakan sarung Samarinda ini, bukan karena kualitasnya yang adem, atau warnanya yang mencolok. Tapi proses pembelian sarung itu, yang tak akan terlupakan.
Seusai nonton bola di Stadion Palaran, Samarinda seberang, saya menjumpai berbagai pedagang. Sempat berkeliling, untuk mencari kenang-kenangan dibawa ke Bandung. Saat melihat-lihat, barangkali ada benda yang menarik, ada seorang bapak-bapak berusia lanjut mendekati saya.