Penyuka olah raga tinju pasti akan ingat nama Khaosai Galaxy. Petinju kebanggaan Thailand itu mengusai kelas super terbang di era 1980-an.
Sebagai pemegang gelar juara dunia versia WBA dia dikenal sebagai raja KO. Khaosai bak pahlawan bagi warga Thailand. Gelar juara dunianya selama tujuh tahun tak tersentuh lawan.
Tapi bukan deretan prestasi yang diraih Khaosai yang membuat saya teringat pada dirinya. Yang membuat saya tidak melupakan dia, karena dia mengalahkan petinju idola saya, Ellyas Pical.
Khaosai tetap digjaya meladeni tantangan Pical di Jakarta tahun 1986. Pical yang waktu itu juga juara dunia vesi IBF dibuatnya tidak berdaya. Atas peristiwa itu, saya seolah menyimpan dendam pada Khaosai. Kapan pun bertemu dia, saya akan menantangnya...hemmm.
Keruan saja pas bertemu dengan sesosok tubuh yang mirip Khaosai, darah saya mendidih. Langsung saja saya dekati sesosok tubuh itu. Saya langsung ambil ancang-ancang untuk siap jual beli pukulan.
"Bang, bang, jangan kau pukul itu patung. Boleh benci sama Khaosai. Tapi gak boleh juga merusak. Nanti jadi masalah," ujar Hasriyani rekan saya yang menemani kunjungan ke Museum Madame Tussauds di Bangkok, Thailand.
Peringatan Hasriyani menyadarkan saya, saat itu sedang berkeliling melihat sejumlah tokoh dunia dalam bentuk patung lilin. Bukan tokoh kebanggaan warga Thailand saja yang terpasang di sana.
Semua tokoh terkenal di semua bidang dibuatkan patung lilinnya. Selain dari dunia olah raga semacam Khaosai Galaxy, juga ada tokoh politik hingga penyanyi. Cuma di Museum Madame Tussauds, tersedia video game dimana fisik kita bisa tampil di layar monitor.
Lumayan menguras tenaga juga mengahadapi lawan virtual. Hasil akhirnya, sebenarnya sudah bisa ditebak. Dalam beberapa sesi pertaruangan saya selalu kewalahan. Saya dibuat tak berdaya. Mengaku kalah setelah kena pukulan keras dan KO.