SIAPA yang mau dikatakan bahwa dirinya sesat? Kami kira, banyak orang sepakat bahwa mereka yang sudah menyimpang dari ajaran yang selama ini ditekuninya pun tidak mau dikatakan sesat. Betapa pula yang tidak sesat, saat digelari sesat, pasti saja tidak terima. Ironisnya, jika ketidakterimaan itu diaplikasikan dalam bentuk perlawanan. Namun demikian, lebih ironis pula mereka yang merasa diri ‘lurus alias tidak sesat’, juga bertindak anarkis menghukum kelompok yang diindakasi sesat.
Beragama seharusnya tidak dengan kekerasan. Apa yang terjadi akhir-akhir ini dan menimpa mereka yang diklaim menganut aliran sesat patut diprihatinkan. Di Aceh, soal aliran sesat saat ini bagai guncangan episentrum 8,9SR. Terlebih lagi setelah dikeluarkannya 14 nama tergolong ke dalam aliran sesat oleh Polda dan Pemerintah Aceh (Serambi Indonesia, 7 April 2011).
Timbul pertanyaan, siapa yang pantas menyatakan “sesat” orang lain? Apa hukuman yang pantas diberikan kepada mereka yang sudah terindikasi sesat? Siapa pula yang berhak menjatuhkan hukuman? Tentu pula dengan mengetahui kriteria sesat sesuai ijma’ ulama. Oleh karena itu, tindakan anarkis perseorangan ataupun massa yang menghakimi mereka penganut aliran sesat patut ditinjau ulang. Sudah pantaskah menghakimi secara massa mereka yang diklaim aliran sesat? Lantas, di mana posisi polisi, pemerintah, dan ulama?
Rasanya banyak hal yang patut ditanyakan, mungkin pada pemerintah, mungkin pada ulama, mungkin juga pada diri sendiri. Sudah saatnya meninggalkan kebiasaan mengkafirkan orang lain tanpa dalil dan kajian kuat. Oleh karenanya, saya terkejut membaca 14 aliran yang diklaim sesat oleh Polda dan Pemerintah Aceh. Pasalnya, tidak ada kriteria mendasar penetapan nama-nama aliran tersebut. Apakah Polda maupun Pemerintah Aceh sudah memusyawarahkannya dengan Majelis Ulama Aceh? Pertanyaan ini penting, karena dalam diskusi publik tentang “Beragama Tanpa Kekerasan” di Kafe Pustaka, Aceh Institute, 2 April 2011, Ketua MPU Aceh, Prof. Dr. Muslim Ibrahim, M.A., sempat menjawab pertanyaan dari seorang peserta diskusi yang mengkafirkan Syiah dan Mu’tazilah—Syiah adalah salah satu aliran yang diklaim sesat dari 14 aliran menurut Polda dan Pemerintah Aceh (Serambi, 7 April 2011).
Ketua MPU Aceh mengatakan bahwa tidak semua Syiah itu sesat. Namun, ia mengakui beberapa Syiah tergolong ke dalam aliran sesat. Masih menurut Muslim, ada dua atau tiga Syiah yang dianggap sah dan bagian dari kaum muslimin.
Kriteria Sesat
Untuk itu, perlu juga mencermati kriteria sesat menurut Majelis Ulama Islam (MUI) pusat. Seperti dilansir sejumlah media, antara lain oleh detiknews dan antaranews: ada 10 kriteria aliran sesat. (1) Mengingkari rukun iman dan islam. (2) Meyakini dan atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dalil syar’i Alquran dan Asunnah. (3) Meyakini turunya wahyu setelah Alquran. (4) Mengingkari otentisitas dan atau kebenaran isi Alquran. (5) Melakukan tafsiran yang tidak berdasarkan kaidah tafsir. (6) Mengingkari kedudukan hadis nabi sebagai sumber ajaran Islam. (7) Melecehkan dan atau merendahkan para nabi dan rasul. (8) Mengingkari Nabi Muhammad sebagai rasul terakhir. (9) Mengubah pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan syariat. (10) Mengkafirkan sesama muslim tanpa dalil syar’i.
Kriteria yang ditetapkan oleh ijma’ ulama Indonesia tersebut tentu sudah melalui pengkajian dan penelusuran. Apalagi, Sekretaris Umum MUI, Ichwan Sam, mengatakan bahwa menetapkan dan memastikan kriteria tersebut tidak dapat oleh sembarang orang. Kata dia, Ada mekanisme dan prosedur yang didahului dan dikaji terlebih dahulu. Ditambah lagi, dalam batang tubuh fatwa mengenai aliran sesat juga ada poin yang menyatakan akan menyerahkan segala sesuatunya kepada aparat hukum yang berlaku dan menyerukan agar masyarakat jangan bertindak sendiri-sendiri.
Menguatkan pendapat tersebut, cermati pula ijma’ ulama dunia dalam Deklarasi Amman, di Jordania. Disebutkan bahwa siapa saja yang mengikuti salah satu dari empat mazhab Ahlusunnah Waljama’ah (Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambali), dan Mazhab Ja’fari (Syiah Imamiah), Mazhab Syiah Zaidiyah, Mazhab Ibadhi, dan Mazhab Az-Zhahiri, semuanya adalah muslim, tidak diperbolehkan mengkafirkannya dan haram darah, harta, serta keluarga mereka (risalah Amman: www.ammanmessage.com).
Perlu dicatat, risalah Amman ini disetuji oleh 200 ulama seluruh dunia, baik Sunni maupun Syiah. Di antara penanda tangan dan pengesah risalah Amman adalah Syeh Hamzah Yusuf (Institut Zaituna) dan Prof. Hossein Nasr, keduanya dari Amerika. Hadir dari Mesir pula: Muhammad Saiyid Thantawi (Mantan Syeh Al Azhar), Prof. Dr. Ali Jum’ah (Mufti Agung Mesir), dan Ahmad Al-Tayyib (Syeh Al Azhar). Dari Indonesia ada Maftuh Basyumi (Mantan Menag), Din Syamsuddin (Muhammadiah), Dr. Tuti Alawi (Rektor Universitas As-Syafi’iyah), Dr. Alwi Shihab (Mantan Menlu), dan Hasyim Muzadi (NU). Dari Iran tercatat nama Ayatullah Ali Khamanei (Pemimpin Tertinggi Spiritual Iran), Ayatullah Ali Taskhiri (Sekjen Pendekatan Antarmazhab Dunia). Sedangkan dari Lebanon: Syekh Muhammad Rasyid Qabbani (Mufti Agung Ahlussunnah). Dari Oman: Syekh Ahmad bin Hamad Al Khalili (Mufti Agung Kesultanan Oman). Dari Palestina: Syekh Dr. Ikrimah Sabri (Mufti Agung dan Imam Mesjid Al Aqsha). Dari Qatar: Dr. Yusuf Qardhawi (ulama besar dunia). Dari Syria: Syekh Ahmad Badr Hasoun (Mufti Agung Syria), Syekh Wahbah Musthafa Az-Zuhaili (Kepala Departemen Fiqih Syria). Dari Yaman: Habib Umar bin Hafiz (Pemimpin Madrasha Darul Musthafa dan Ulama besar Ahlussunnah Waljama’ah).
Syiah Sesat
Kendati diakui dunia bahwa Syiah adalah muslim, memang perlu dilihat kembali golongan tersebut. Namun, tidak boleh menggeneralisasikannya. Sebagian kelompok yang oleh ulama Syiah sendiri dikatakan keluar dari Islam, di antaranya kelompok Syiah Ghullat, yang meyakini bahwa Saidina Ali bin Abithalib sebagai penjelmaan Allah di muka bumi; lalu ada juga kelompok Syiah yang menganggap bahwa malaikat Jibril salah menurunkan wahyu, seharusnya kepada Ali ternyata turun kepada Rasulullah saw.
Beberapa lagi kelompok Syiah sesat sudah punah. Kelompok tersebut bahkan menurut Syiah Imamiah dan Syiah Zaidiyah, adalah najis. Dianjurkan tidak membangun hubungan bisnis dengan mereka. Oleh karena itu, pencantuman nama Syiah oleh Polda dan Pemerintah Aceh sebagai aliran sesat sangat general dan bertentangan dengan ijma’ ulama dunia. Hati-hati mengklaim sesat, sebab merujuk kriteria sesat oleh MUI, poin 10, mengkafirkan sesama muslim juga sesat.
Alangkah bijaknya, jika statemen 14 aliran itu mengacu pada ijma’ ulama dunia dan membangun hubungan dialogis terhadap pihak-pihak yang dianggap sesat. Jangan hanya memberikan justifikasi dan klaim semata apalagi sampai dipublikasikan. Kita tidak mau ada kekerasan muncul kembali di Tanoh Serambi Mekkah ini. Cukup sudah konflik bersenjata lalu, jangan sampai konflik beragama juga memicu pertumpahan darah. Semoga Islam damai, Aceh aman. Indonesia permai. Amin! [Herman RN]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H