Mohon tunggu...
Herman RN
Herman RN Mohon Tunggu... -

Menyukai buku, terutama budaya dan sastra. Masih belajar menulis dan terus belajar serta belajar terus.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Butuh Format Peradilan Adat

4 April 2011   07:14 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:08 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dengan demikian, kalau mau melihat Sistem Perundangan Hindia Belanda, pasti terdapat sejarah hukum adat di dalamnya, yang juga dijunjung tinggi. Pasal 11 AB (Alglemene Bepalingen) menyebutkan bahwa "Kecuali dalam hal-hal orang Indonesia (asli) atau mereka yang dipersamakan dengan orang Indonesia itu dengan sukarela mentaati peraturan-peraturan hukum perdata dan hukum Eropa, atau dalam hal-hal bagi mereka berlaku peraturan perundangan semacam itu atau peraturan perundangan lain, maka hukum yang berlaku dan dilakukan oleh hakim penduduk asli (inlandse rechter), bagi mereka itu adalah UU agama mereka, lembaga-lembaga dan kebiasaan rakyat, asal saja asas2 keadilan yg diakui umum".

AB itu menegaskan bahwa peradilan adat di suatu daerah memiliki andil besar. Memberikan peluang kembali munculnya sistem penyelesaian sengketa secara adat sama artinya memberikan peluang fungsi dan wewenang lembaga adat yang sudah ada. Seperti diketahui, di antara fungsi dan wewenang lembaga adat seumpana Geuchik, Imum Mukim, Tuha Pheut, Tuha Lapan, adalah menyelesaikan sengketa. Oleh karenanya, peradilan adat menjadi penting dalam kehidupan masyarakat Aceh.

Selain itu, yang memutuskan perkara adat dalam penyelesaian sengketa adalah orang yang ditunjuk langsug oleh masyarakat di gampông/mukim. Penyelesaian masalah dalam kehidupan masyarakat oleh orang-orang yang dipercayai langsung oleh masyarakat setempat tentunya lebih terbuka dan transparan. Di lain sisi, putusan atau sanksi yang diberikan berdasarkan musyawarah gampông/mukim sehingga istilah "adil" lebih menyentuh pada peradilan adat. Kehadiran peradilan adat ini semakin penting demi mencegah peradilan atau eksekusi massa. Hanya saja, yang dibutuhkan oleh masyarakat Aceh saat ini adalah bagaimana membuat format peradilan adat tersebut sehingga penyelesaian yang sudah dipercayakan tingkat adat, tidak lagi menjadi polemik yang dibawa ke tingkat hukum positif.

Sebenarnya, masalah-masalah kecil dapat diselesaikan pada tingkat adat. Adapun masalah besar berasal dari masalah yang kecil. Jika masalah kecil dapat selesai sebelum besar, tentunya peradilan adat dapat membantu keringanan lembaga institusi kepolisian dan lembaga hukum positif. Mari cermati kembali wasiat Indatu yang saya kutip sebagai pengantar tulisan ini.

Herman RN, alumni Magister PBSI Unsyiah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun