Mohon tunggu...
Herman RN
Herman RN Mohon Tunggu... -

Menyukai buku, terutama budaya dan sastra. Masih belajar menulis dan terus belajar serta belajar terus.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Inspirasi dari Siti Khadijah, Ummi Para Ibu

15 September 2014   05:58 Diperbarui: 4 April 2017   16:13 6338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

".....Demi Allah, selama 25 tahun sayamenikah dengan Khadijah, tak ada satu patah kata pun yang melukai hati saya, tak ada satu tingkah pun yang membuat saya kecewa,”---Muhammad saw.

Rasulullah saw. pernah mengalami kesedihan teramat dalam. Masa itu dikenal dengan “tahun kesedihan”. Salah satu penyebabnya ialah berpulang istri tercinta, Sayidah Siti Khadijah ra. Bagi Rasulullah Muhammad saw. tak ada satu pun wanita di muka bumi ini yang dapat menandingi kemuliaan hati dan jiwa Khadijah binti Khuwailid.



Khadijah, seorang wanita mulia di jazirah Arab. Ia bukan hanya cantik dan cerdas, tapi juga kaya raya. Budi pekerti Khadijah terkenal luas di tanah Arab. Kaum Quraisy menjulukinya at-thahira ‘wanita suci’. Sejarah pun mencatat Khadijah sebagai ratu Quraisy. Namun, perempuan kelahiran tahun 63 sebelum Hijriah ini tidak sungkan menghabiskan seluruh kekayaan yang dimilikinya untuk perjuangan Rasulullah. Sejak ia memiliki segalanya hingga ia tidak memiliki apa-apa, Khadijah tetap setia mendampingi Rasul. Hingga akhir hayatnya, tidak sekali pun Khadijah pernah membuat Rasul kecewa.

Kebiasaan wanita zaman sekarang, menyambut suami pulang setidaknya dengan pertanyaan, “Dari mana, Bang?” Jika suami sudah menjawab, cenderung pula si istri menyodorkan pertanyaan “Dapat apa?” atau “Jumpa siapa?” Namun, tidak demikian dengan Khadijah. Ia selalu memposisikan diri sebagai makmum bagi Rasul. Tidak pernah sekali jua ia menyambut kepulangan Rasul dengan pertanyaan seperti itu sampai Rasul sendiri yang menjelaskan dirinya pulang dari mana.

Suatu kali sepulang dari Gua Hira kala menerima wahyu pertama, Rasulullah sampai ke rumah dengan tubuh gemetar. Ia langsung minta diselimuti oleh Khadijah. Dengan tenang Khadijah menyelimut suaminya. Ia selimuti Rasulullah dengan kelembutan. Ia beri kehangatan pada suaminya. Setelah yakin Rasulullah merasa nyaman, barulah Khadijah bertanya, “Ada apa suamiku?” suaranya pelan dan lembut.

Rasul pun mengisahkan pertemuannya dengan sesosok putih di Gua Hira. Sebuah kisah yang mestinya belum dapat diterima logika manusia biasa. Muhammad berkata, ada sesosok putih yang datang mendekapnya, lalu memerintahkan “Iqra..iqra..” Tak ada saksi kala itu. Namun, Khadijah tidak pernah membantah kisah tersebut. Ia langsung membenarkan perkataan Rasul. Bahkan, Khadijah memberikan statemen menyamankan hati Rasul.

“Demi Allah, tidak mungkin engkau akan disia-siakan dengan peristiwa ini. Engkau adalah manusia yang sangat memuliakan tamu,” ujar Khadijah. “Nanti kita akan ke tempat saudaraku, Waraqah bin Naufal, menanyakan peristiwa ini, karena dia adalah seorang ahli kitab.”

Begitulah cara Khadijah mendampingi suaminya. Susah senang, ia selalu ada bagi Rasul. Ia selalu memotivasi suaminya. Tidak salah jika di hati Rasul selalu ada nama Siti Khadijah, kendati perempuan suci itu telah tiada. Hal inilah yang membuat Aisyah binti Abu Bakar cemburu.

Seperti diketahui, Aisyah adalah istri Rasulullah yang paling muda. Dikisahkan bahwa Aisyah memiliki paras yang cantik hingga Rasul memanggilnya dengan Humaira. Namun, Aisyah mengaku cemburu pada Khadijah. “Jika ada seorang wanita yang paling aku cemburui, ialah Khadijah, padahal aku tidak pernah bertemu dengan dia.”

Bayangkan, Aisyah tidak pernah bertemu dengan Khadijah, sebab Rasul menikahi Aisyah setelah Khadijah wafat. Namun, karena di mulut Rasul selalu terucap nama Khadijah, rasa manusiawi cemburunya seorang perempuan muncul di hati Aisyah.

Suatu kali, Rasul sedang tertidur di pangkuan Aisyah. Saat terjaga, ia memanggil nama Khadijah. Sebagai manusia biasa, wajar Aisyah cemburu. Begitulah mulianya Khadijah bagi Rasul. Meskipun Khadijah sudah wafat dan Rasul sedang tertidur di pangkuan wanita muda, tapi ia tetap mengenang Khadijah. (mungkinkah istri zaman sekarang akan dikenang suaminya seperti Khadijah?)

Suatu hari Aisyah berkata pada Rasulullah, “Ya Rasulullah, jika engkau punya kambing, lalu ada dua taman, satu taman masih hijau rumputnya dan belum pernah dimakan oleh kambing mana pun. Satunya lagi taman yang sudah pernah diinjak-injak oleh kambing lain, kemana engkau akan menggembalakan kambing-kambingmu?”

Ini adalah sebuah bahasa kinayah dari Aisyah, saat mencoba membandingkan dirinya dengan Khadijah di hadapan Rasulullah. Mendengar pertanyaan itu, Rasul menjawab, “Tentu ke taman yang masih hijau.”

“Nah, bukankah Allah telah memberimu ganti seorang istri yang jauh lebih muda dibanding wanita tua itu?” ujar Aisyah kemudian. Ini adalah sifat manusiawi cemburunya seorang istri.

Terhadap ini, Rasulullah memberikan sebuah jawaban tegas. Ini pula jawaban final tentang sosok Khadijah bagi Rasulullah. “Wallahi... demi Allah, tidak pernah Allah menggantikan kepadaku istri yang lebih baik daripada Khadijah. Dialah wanita yang pertama beriman kepadaku di saat orang-orang masih kafir; dialah yang membenarkan aku di saat orang-orang mendustakan aku; dialah yang memberikan semua hartanya kepadaku; dan darinya aku memperoleh keturunan.”

Empat alasan ini membuat Aisyah terdiam. Ia sadar, empat hal itu belum tentu mampu ia lakukan. Namun, Khadijah telah melakukannya.

Itu sebab, Khadijah selalu menduduki posisi nomor satu di hati Rasulullah. Saat Rasul menghadapi berbagai rintangan dalam berdakwah, tidak pernah Khadijah sekali pun berpaling. Bahkan, untuk mengecewakan hati Rasul saja, sekali pun tidak pernah. Apalagi sampai mengeluarkan kata-kata kasar.

Khadijah dengan setia mendampingi Rasul hingga akhir hayatnya. Khadijah wafat di usia 60 tahun. Sejak itulah hati Rasul mengalami guncangan dahsyat. Siangnya terasa gelap. Malam apatah lagi. Hingga suatu hari dia dihampiri Abu Bakar. “Ya Rasulullah, tidak ada satu wanita pun di jazirah Arab ini yang menolak jika engkau meminangnya.”

“Saya tahu masih banyak wanita yang lebih muda daripada Khadijah, tapi demi Allah selama 25 tahun saya menikah dengan Khadijah, tak ada satu patah kata pun yang melukai hati saya, tidak ada satu tingkah pun yang membuat saya kecewa,” ujar Rasulullah.

Begitulah posisi Khadijah di hati Rasulullah hingga ia mengalami “tahun kesedihan” sejak ditinggal Khadijah. Kesedihan hebat sepeninggalan Khadijah, membuat malaikat Jibril angkat suara. “Berkata Jibril, ya Rasulullah, sampaikan salam dari Allah dan dariku kepada Khadijah. Dan beritahukanlah dia rumahnya di syurga terbuat dari mutiara...” (H.R. Muslim).

Wahai para istri, wahai para ibu, jadilah Khadijah bagi suami-suamimu, yang kelak akan dikenang sepanjang hayatnya meskipun engkau telah tiada. Berilah suamimu suara yang lembut, tutur kata yang pelan, dan percayakan posisinya sebagai imam. Pepatah mengatakan, hancurnya sebuah keluarga kemungkinan besar karena lidah perempuan. “Musabab mulut, bulu basah; musabab lidah, badan binasa.” Semoga menginspirasi![]

Oleh Herman RN

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun