Jika kita pernah bertanya pada diri sendiri tentang, "Siapakah aku?" "Dari manakah aku berasal?", tanpa kita sadari pada saat itu sebenarnya kita telah berfilsafat secara sederhana. Itu juga yang diungkap oleh Jostein Gaarder tentang ilmu filsafat. Dalam novelnya, Misteri Soliter, Jostein berkata bahwa filsafat adalah sesuatu yang sederhana, bukan semacam barang mewah yang membuat kening berkerut.
Novel yang ia tulis kali ini, bercerita tentang perjalanan seorang bocah bernama Hans Thomas. Bersama ayahnya, seorang filsuf yang cerdas sekaligus pemabuk dan kolektor kartu joker, melakukan pengembaraan dari Norwegia menuju Athena, untuk mencari Anita. Istri dari si ayah, dah bunda dari Hans.
Dalam sebuah persinggahan, Hans bertemu dengan seorang kurcaci. Ia diberi sebuah kaca pembesar, tanpa ia tahu apa kegunaannya untuk perjalanannya menuju Athena. Dan dalam persinggahan lainnya, ketika ia mampir di sebuah toko roti. Hans diberi beberapa potong kue kismis oleh penjual toko roti yang sudah berumur tua. Dalam potongan kue kismis terakhir, ia menemukan sebuah buku mungil di dalamnya.
Selama menuju perjalanan menuju Athena, Hans mencoba membaca buku mungil tersebut dengan kaca pembesar. Kaget bukan kepalang, buku tersebut ternyata adalah buku yang ditulis oleh kakek buyutnya! Aneh, bagaimana bisa si kurcaci tiba-tiba memberi kaca pembesar pada Hans, sebagai alat untuk membaca sebuah rahasia yang ditulis oleh kakek buyutnya dalam buku mungil yang akan di dapat di persinggahan selanjutnya?
Penulisnya, Joestin Gaarder, mengajak kita untuk tak percaya begitu saja pada kebetulan. Ya, karena Tuhan memang tidak pernah iseng. Lebih masuk akal jika kita menyebutnya sebagai takdir. Karena hidup adalah sebuah kausalitas yang saling terkait, sambung menyambung.
Buku mungil tersebut bercerita tentang terdamparnya si kakek buyut pada sebuah pulau setelah kapal miliknya dihantam ombak dan membuat awak yang lain hilang mati tenggelam. Berhari-hari ia sendirian di pulau tersebut, lalu ia bertemu dengan tokoh-tokoh kartu remi. Keriting, Wajik, Sekop, dan Hati. Tapi, semua kartu hidup layaknya manusia, dengan sifat-sifat pribadinya tentu saja.
Keriting hidup sebagai petani, Sekop sebagai tukang kayu, Wajik sebagai pembuat gelas, dan Hati sebagai pekebun. Semua tokoh remi adalah ciptaan dari Frode, seseorang yang terdampar di pulau tersebut, jauh sebelum si buyut Hans mengalami nasib yang sama. Dan soal yang menyinggung takdir, Frode ternyata adalah kakek dari kakek buyut Hans. Jadi, buku mungil yang dibawa Hans selama perjalanannya menuju Athena, adalah buku tiga generasi.
Novel Misteri Soliter, adalah sebuah novel yang ditulis dengan cerita yang berlompat-lompatan tetapi saling berkait. Joestin Gaarder begitu cerdas dalam menulis sebuah cerita dengan alur yang membuat pembaca novelnya untuk terus membaca halaman-halaman selanjutnya.
Bagian akhir dari novel ini adalah, Hans Thomas dan si ayah menemukan bunda di Athena. Dan lebih menariknya adalah, seratus lima puluh tahun sebelum pertemuan antara anak, ayah dan ibu tersebut terjadi, sudah diramal oleh Frode ketika ia berada di pulau asing bersama tokoh-tokoh remi ciptaannya.
Penulis:
Benny, "working class", seorang slankers yang masih "memboikot' beberapa album Slank. Kolektor tiket konser Slank. Pengaggum berat Poppy Sovia. Menulis memakai N-Gage Classic. Beberapa bulan ini sedang menggandrungi band asal Inggris, Oasis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H