Mohon tunggu...
Gerilyawan Dumay
Gerilyawan Dumay Mohon Tunggu... -

Save our forest activist

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Kejahatan Sinar Mas Versus Perlindungan Ekosistim

30 Maret 2014   05:33 Diperbarui: 4 April 2017   17:27 743
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sinar Mas Grup, adalah salah satu penguasa terbesar perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Lewat anak usahanya, PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk atau yang lebih dikenal dengan PT SMART Tbk, dan Asia Pulp and Paper (APP), Eka Tjipta Widjaja, sang pemilik, merambah dan membumihanguskan hutan di Sumatera, Kalimantan dan Papua

Sudah sekitar lima juta hektar hutan tropis di Indonesia yang dibabat lalu dijadikan perkebunan sawit oleh taipan asal Tiongkok ini. Tak heran jika kemudian hal itu menjadikan Eka Tjipta sebagai orang terkaya se Indonesia versi Bloomberg 2012.

Taipan yang satu ini bukanlah orang sembarangan. Ia diduga sudah menguasai semua lini pemerintahan di Indonesia. Mulai kepala desa, tetua adat di pedalaman, sampai para pembuat keputusan puncak di Jakarta, semua ekornya sudah diikat dan dipegang oleh Eka Tjipta. Kebanyakan mereka tak berkutik di bawah kekuasaan uang sang trilyuner.

Satu-satunya lawan seimbang Sinar Mas mungkin hanya Green Peace, organisasi nirlaba internasional yang sentiasa memperjuangkan kelestarian lingkungan hidup dan perlindungan ekosistim.

Berkat usaha Green Peace, beberapa perusahaan kelas kakap konsumenproduk PT.SMART dan APP, memutuskan untuk menghentikan pembelian barang dari Sinar Mas Grup. Demikian pula beberapa bank memutuskan untuk tidak lagi ikut konsorsium pembiayaan proyek pemusnahan hutan ala Sinar Mas. Di antara perusahaan-perusahaan itu adalah :

1.Nestle.

2.Burger King.

3.Carrefour.

4.Abengoa.

5.HSBC.

6.Unilever.

Perusahaan-perusahaan ini menyadari bahwa partnernya itu adalah salah satu perusahaan kapitalis yang tidak punya komitmen terhadap pelestarian lingkungan dan keseimbangan ekologi. Perihal nyaris punahnya orang utan di Kalimantan dan Harimau Sumatera di Jambi, Sinar Mas dianggap punya andil paling besar.

Meski pun Sinar Mas berdalih dan beraksi segala macam, seperti aktif di Konferensi untuk Kelapa Sawit Berkelanjutan atau Round Table on Sustainable Palm Oil (RSPO). RSPO adalah sebuah komitmen prakarsa kalangan industri yang bersifat sukarela, yang bertujuan untuk mengembangkan sistem sertifikasi untuk produksi minyak kelapa sawit berkelanjutan berdasarkan sejumlah prinsip dan kriteria. Banyak kritik yang diarahkan ke badan ini, terutama terkait dengan fakta-fakta yang menunjukkan bahwa anggota-anggotanya, termasuk Sinar Mas, terus merusak hutan dan lahan gambut. Anak perusahaan perkebunan Sinar Mas belum ini pun ada satu pun yang mendapatkan sertifikat.

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa jumlah orang utan, gajah sumatera dan harimau sumatera makin kritis, seiring hilangnya habitat hewan dilindungi ini. Sebagian besar habitat hewan liar yang dilindungi undang-undang ini telah berubah menjadi kebun sawit maha luas milik Eka Tjipta Widjaja.

Begitu juga dengan pencetakan perkebunan sawit di atas lahan gambut dalam, Sinar Mas secara nyata telah melanggar ketentuan undang-undang. Padahal secara jelas telah dikatakan bahwa hutan dengan dasar gambut berkedalaman 4 meter atau lebih, tidak boleh dikonversi menjadi lahan apa pun. Lihat Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Kehutanan.

Sinar Mas juga dikenal sebagai perampas tanah rakyat dan perampok wilayah adat, hak ulayat dan tidak menghormati hukum yang berlaku. Dengan beking para oknum bersenjata, Sinar Mas leluasa menjarah tanah dan merobohkan pemukiman milik suku-suku terasing di pedalaman hutan.

Anak-anak telanjang suku Dayak di Kalimantan, suku Sakai di Riau, suku Anak Dalam di Jambi, hanya bisa menangis sedih saat gubuk-gubuk tinggi milik orang tua mereka diratakan dengan tanah. Excavator dan buldoser perkasa telah mengusir mereka. Mematikan harapan, membunuh akar budaya nenek moyang bangsa.

Dan kini, Eka Tjipta Wijadja bisa tersenyum puas. Bertopengkan selusin gerakan kemanusiaan, bermantelkan ajaran sang Budha yang kasihnya seluas semesta, Eka Tjipta berkolusi dengan para pejabat, memusnahkan hutan di tanah air. Ia menjadi pembunuh nomor satu terhadap kehidupan orang utan, gajah sumatera dan harimau sumatera. Begitu pula dengan cendrawasih di Papua, yang kini hampir punah, ketika hutan rimba papua ditebang. kayunya dijadikan bubur kertas, lalu tanahnya diubah menjadi lahan sawit pendongkrak kekayaan sang kapitalis sejati.

Tinggallah anak bangsa yang tertipu, menjadi kuli dan kacung di raksasa Sinar Mas.Sementara itu, para pejabat dan politikus, hidup bermewah-mewah di atas kehancuran lingkungan hidup.

Inilah Indonesia, tempat dimana pengusaha dan penguasa berkolusi memeras kekayaan bumi pertiwi. Tanah Indonesia yang sejatinya adalah murni untuk kemakmuran rakyat, kini hanya menjadi bancakan segelintir manusia serakah.

Di sisi lain, Sinar Mas grup telah pula menjadi salah satu pengemplang pajak, melalaikan kewajiban membayar pajak ratusan miliar rupiah. Namun kasusnya menguap, penegak hukum terkesan mempetieskan kasus ini.

(Penulis selanjutnya akan terus menguak keserakahan Sinar Mas ini, lewat artikel-artikel dengan data-data valid yang bisa dipercaya. Silahkan dinantikan dan dibaca. Trims)

Sumber :


  1. http://walhikalteng.org/deforestasi-dan-kejahatan-agraria-perkebunan-kelapa-sawit-di-kalimantan-tengah/
  2. http://www.kemenperin.go.id/artikel/2781/Sawit-Sinar-Mas-Meluas
  3. http://www.mongabay.co.id/2014/01/13/walhi-jambi-sinar-mas-lalaikan-kewajiban-pajak-181-miliar/
  4. http://id.wikipedia.org/wiki/Sinar_Mas_Group
  5. http://www.rotanindonesia.org/index.php/e-forest/45-kehutanan/1332-moratorium-hutan-gambut-tertusuk-duri-inpres-suap
  6. http://3.bp.blogspot.com/-CPhaoxK3BIc/UAO2vDexZnI/AAAAAAAACTk/rvJYPV3pGaQ/s1600/Eka+Tjipta+Widjaja.jpg
  7. dll.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun