Penulis: Pecandu Sastra
"Rabbaka Faa Kabbir,"Â begitulah kalimat palindrome yang terus-menerus terngiang usai membaca fiksi sejarah; Sangkakala di Langit Andalusia, karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra.
Kalimat yang menjadi pemekik semangat berjihad para wangsa Al-Mohad (Al-Muwwahid) dalam menumpas kebathilan di Tanah Andalusia, atau yang kita kenal saat ini; Spanyol. Ayat ketiga dari surah Al-Mudatsir tersebut menjadi suluh penerang dan pembakar semangat mereka untuk membela Islam dan menegakkan tauhid.
Delapan abad lamanya, Islam bertandang di tanah Andalusia. Ilmu pengetahuan serta berbagai aspek kehidupan berkembang dengan pesat di bawah naungan kekhalifahan Umayyah Andalusia, sampai akhirnya cahaya yang telah bertahan lama tersebut seketika redup dan lumpuh.
Kedatangan kerajaan Kristen Ortodoks di bawah pimpinan Ferdinand-Isabella dengan semangat Reconquista-nya telah membabat habis Islam dan peradabannya di tanah Andalusia. Al-Quran beserta warisan-warisan, tulisan Islam dibakar habis. Islam dinyatakan sebagai agama terlarang, tidak boleh ada adzan yang dikumandangkan, tidak boleh ada satupun yang mendirikan shalat. Apabila ketahuan, maka akan dibantai satu-persatu, masjid dihancurkan dan diubah menjadi Katedral.
Novel dengan nuansa sampul merah menyala ini berkisah tentang Rammar ibnu Baqar; seorang keturunan Almohad, pemuda yatim-piatu penghafal Al-Quran terakhir di tengah keruntuhan kekuasaan Islam di Andalusia. Untuk menggenapi nubuat yang menjadi amanah orangtuanya, demi menyelamatkan umat Islam yang tersisa. Ia memikul amanat yang berat, karena cincin warisan sang ayah harus disandingkan dengan kotak yang diamanahkan pada sang paman; Alriq yang entah di mana keberadaannya. Ia pun harus melewati perjalanan yang sangat panjang, guna mencari jawaban mengenai teka-teki penyelamatan umat Islam yang diberikan oleh guru dari ayahnya; yaitu, Wazir Mansoor.Â
Dalam perjalanannanya yang berliku, ia harus kehilangan satu-persatu keluarganya, bahkan ayah dan ibu kandungnya pun (Baqar dan Fruela dibunuh oleh seorang bawahan panglima Diego Constancio (Houda Habibullah). Namanya yang telah terdengar sebagai penerus Almohad dan harapan terakhir penyelamat umat Islam, telah menjadi incaran Raja Ferdinand.
Kemelut umat yang semakin tak terkendali, pergolakan dan pemberontakan terjadi di mana-mana, satu-persatu umat muslim rela menggadaikan iman Islam-nya hanya demi menyelamatkan nyawa sendiri dengan memutuskan menjadi Converso (murtad).
Selain berkisah tentang Rammar, novel ini juga menceritakan konflik masa lalu antara Baqar, Alriq, dan Houda yang dijuluki sebagai Tres Estrelas (Tiga bintang) yang disebut-sebut akan menyelamatkan umat muslim terakhir di Andalusia. Kisah cinta segitiga antara Baqar, Fruela, dan Houda berujung pilu-bahkan, naasnya hingga menyebabkan perpecahan antara ketiganya.Â
Kisah nyata yang dibalut dengan fiksi ini berhasil membuat bulu kuduk pembaca merinding, seketika hati dan iman bergetar. Air mata tak kuasa terbendung, mengalir perlahan membasahi pipi. Rasanya diri ini sebagai seorang muslim sangat tersayat.