"Sungguh, sejauh apa pun kehidupan menyesatkan. Segelap apa pun hitamnya jalan yang ku tempuh. Tuhan selalu memanggil kami untuk pulang," halaman 400.
Apa yang tengah terpikirkan oleh otak kalian taat kala mendengar kata 'pulang.' Kebanyakan dari kita akan memaknainya sebagai bagian perjalanan; baik dekat ataupun jauhnya seseorang, yang mungkin dalam perantauan, lalu ia memutuskan untuk pulang ke rumah atau ke kampung halaman.
Namun tidak dalam novel karya Tere Liye yang berjudul 'Pulang' ini. Dalam novel ini kita akan diajak menyelami samudera luas pemikiran si penulis melalui kisah seorang Bujang dalam memaknai pulang yang sesungguhnya.Â
Kisah ini bermula ketika Bujang (tokoh utama) dalam usia 15 tahun. Pada saat itu datanglah satu rombongan pemburu dari kota yang juga merupakan teman bapaknya Bujang. Kedatangan mereka guna menumpas kawanan babi hutan yang meresahkan penduduk setempat, hasil pertanian dan perkebunan mereka selalu di rusak dan gagal panen.Â
Singkat cerita, ternyata kedatangan kawanan pemburu itu tak hanya sekadar memburu, melainkan ingin mengambil Bujang untuk dibawa ke kota guna disekolahkan, sebab selama ikut kedua orang tuanya, Bujang tidak pernah sekali pun mencicipi bangku sekolah, bahkan untuk ilmu agama sekalipun.Â
Dari sinilah mulai alur cerita sesungguhnya. Kisah ini mengambil latar para penguasa shadow economy yang dibungkus dengan bumbu-bumbu kekeluargaan, kerabat, pengkhianatan, pertarungan, hingga perpecahan.Â
Penulis selalu berhasil memberikan kejutan demi kejutan dalam setiap konflik yang tercipta. Plot yang digunakan sama menarik. Meski menggunakan alur maju mundur, namun penulis tetap bisa menyeimbangkan, sehingga tidak membuat kebingungan pembaca. Sekali pun mengusung genre aksi namun memiliki nilai tambahan untuk bagian komedinya.Â
Hal ini akan pembaca temukan di beberapa aksi pertarungan antara penguasa shadow economy. Dan, yang tak kalah penting plot twist di akhir cerita sangat mendebarkan, menarik, dan tak terduga.Â
Sejauh ini yang bisa saya petik dari novel ini; seberapa akrab, kompak, dan erat hubungan kekeluargaan yang kita jalin. Akan tetap ada pengkhianatan dan sesuatu hal yang membuatnya renggang dan terpisah. Tinggal bagaimana kita saling menyadari. Untuk 'pulang' tersendiri, penulis menjelaskan bahwasanya makna pulang tidak melulu tertuju pada rumah atau kampung halaman, melainkan cakupan yang luas. Sebagaimana yang dipaparkan dalam novel ini, pulang yang dimaksud adalah kembali ke arah yang benar dan jalan menuju pendekatan diri kepada Tuhan.Â
"Semua orang punya masa lalu, dan itu bukan urusan siapa pun. Urus saja masa lalu masing-masing." (hal. 101).