Pertemuan dengan berbagai macam situasi, orang, dan peristiwa akan membentuk persepsi dan cara berpikir seseorang. Semakin banyak pertemuan maka semakin banyak insight yang didapat. Sama halnya dengan bagaiamana seseorang menentukan pilihan dalam hidupnya. Pilihan-pilihan yang dijalani tidak akan terlepas dari  faktor lingkungan dan pengetahuan seseorang.
Hal tersebut sejalan dengan apa yang dikatakan Arroba dalam bukunya: Decision making by chinese[1], bahwa informasi merupakan faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan. Informasi itu kemudian disebut sebagai pengetahuan akan berbagai pilihan yang ada. Informasi yang diketahui sepaket dengan kesadaran bahwa terdapat persamaan dan perbedaan antara masing-masing pilihan. Perbedaan tersebut yang menjadi filter seseorang dalam mengambil keputusan.
Orang akan memilih saat ia tahu perbedaan dari pilihan-pilihan yang tersedia. Antara panci dan wajan, orang akan memilih panci untuk memasak air karena bentuk panci memiliki volume lebih besar, berbeda dengan wajan yang umumnya bervolume kecil dan lebih lebar. Tapi bisa saja seseorang memilih wajan daripada panci karena persepsi yang ia lihat tentang wajan berbeda dengan orang yang memilih panci. Tapi, apa yang membuat seseorang harus memilih salah satu jika keduanya bisa digunakan? Bukankah sekarang ada wajan panci?! hihi
Garis tegas perbedaan antara pilihan satu dan pilihan lainnya akan membuat batas yang berimplikasi pada narasi lebih baik atau lebih buruk, benar atau salah, aku atau dia, Mama Abon atau Bunda Abon, Ibu rumah tangga atau ibu bekerja. Tak jarang bagi yang tidak setuju akan menabrak garis batas tersebut dengan melebur antara pilihan-pilihan yang ada. Pilihan yang lebih dari satu dengan prinsip yang saling bertentangangan ini biasa disebut dualisme.
Tokoh sekaliber Albert bandura, seorang psikolog terkenal dengan teori pembelajarannya yaitu Social Learning Theory tidak terlepas dari garis batas dualisme tersebut. Dalam daftar tokoh teori pembelajaran, Albert Bandura masuk sebagai tokoh yang beraliran behaviorisme tapi disisi lain ia juga ikut mengawali pondasi teori belajar kognitif. Sebuah posisi yang sangat kontradiktif.
Behaviorisme menekankan pada stimulus dan respon yang berorientasi pada perubahan tingkah laku sangat bertabrakan dengan kognitivisme yang lebih menekankan pada aspek kognitif siswa sebagai sesuatu yang tidak melulu terlihat dan bisa diukur, contoh persepsi dan pemaknaan seseorang terhadap sesuatu.
Dalam diskusi terkait dualisme Albert Bandura, Prof. C. Asri Budiningsih, M.Pd.[2] menjelaskan bahwa tidak ada garis tegas antara masing-masing teori. Ibarat warna merah dan biru, akan kita temui tokoh dengan perpaduan antara warna merah dan biru. Dan masing-masing teori atau nilai tentu mempunyai pendukung sekaligus ada yang mempertentangkannya.
Ade Mahniar-Mahasiswa Pascasarjana UNY
-------
[1] Arroba, T. 1998. Decision making by Chinese –US. Journal of Social Psychology. 38,hlm102 –116.
[2] Budiningsih, A. 2020. Kuliah Teori Pembelajaran S2 UNY.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H