Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Tonggak Kayu di Hamparan

26 Maret 2017   10:49 Diperbarui: 26 Maret 2017   19:00 717
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="sumber gambar : http://mycoolpix.com/files/funzug/imgs/creativity/images_great_creativity_04.jpg"][/caption]

sejak dulu tonggak kayu itu di situ | tubuh masih tampak kokoh | titik tancap tak pernah bergeser | kulit sedikit kusam didera putaran musim |

tanah sekitar kaki penuh rumput berpesta | aneka jamur nikmati kulit batang | tampaknya masing-masing ambil peran tersendiri | pemikiran luar katakqn tonggak bisa singkirkan mereka lewat tanah pendukungnya | namun tonggak bergeming|

kata orang zaman sekarang : tonggak itu bodoh | berdiam diri terkepung para pembuat rugi | rumput akan tinggi tenggelamkan dirinya | daya lapuk asam jamur pelan-pelan meruntuhkannya | namun tonggak tak kecil nyali |

pagi hari burung hinggap di puncak tonggak | mereka bicara akrab | ternyata keduanya teman lama | bau dan kerak lumuran kotoran di batang petanda persahabatan panjang |

sering orang dewasa lewat | sejenak berhenti | memandang rupa tonggak penuh simak | kemudian balik badan dan pergi | tonggak pun tersenyum puas |

tadi rombongan anak muda dandanan masa kini mendekat | satu orang kemudian memegang leher tonggak | tenaganya penuh | urat leher menonjol dan mata melotot |

anak muda berusaha keras teriring sorak dan tawa para teman | tonggak bertahan sambil teriak pada tanah | keduanya lalu bahu membahu melawan tarikan tenaga muda | mendadak riuh terhenti, satu tangan si muda terluka | terdengar tonggak berkata lirih : "jangan cabut, nak...nanti bisa membuat banyak orang tersesat, aku adalah pedoman di hamparan luas ini !"

------

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun